Aku tak ingin percaya dan memilih untuk menunggu Abi. Tapi aku paling benci jika harus menunggu dan sibuk berspekulasi. Karena itu sejak aku menerima undangan sampai tiba waktunya resepsi pernikahan di undangan tersebut dilaksanakan, aku selalu berusaha menghubungi Abi langsung.
Untuk pertama kalinya aku menelpon Abi demi memuaskan rasa penasaranku. Tapi bukan jawaban yang aku dapat. Melainkan tanda tanya yang semakin besar di kepala. Selama empat hari itu Abi tak bisa dihubungi.
Sebenarnya bukan kali ini Abi tiba-tiba tak terlihat keberadaannya. Dia memang punya tabiat suka menghilang dan muncul tiba-tiba. Apalagi ia juga sering keluar kota untuk bekerja. Tapi kali ini semuanya berbeda, apalagi sejak kehadiran undangan itu.
Berbekal kenekatan, aku akhirnya pergi ke kantor Abi untuk mencarinya, bertepatan dengan tanggal di undangan itu. Sempat bingung awalnya, tapi aku tetap memberanikan diri untuk menanyakan keberadaan Abi. Kabar tak kalah mengejutkan yang aku terima adalah Abi sedang cuti. Tentu saja dinas luar berbeda dengan cuti.
Karena pikiranku semakin kalut, aku bertindak tanpa pikir panjang untuk mendatangi klinik Manda Misya. Aku tau Abi sangat dekat dengan Manda Misya. Karena itu jika ia benar-benar menikah, pasti Manda Misya juga tak ada di kliniknya saat ini.
Ternyata semuanya sesuai dugaanku. Manda Misya sedang tak ada di klinik karena sedang keluar kota. Aku bahkan menanyakan detail kemana Manda Misya. Perawat di sana sempat ragu untuk mengatakannya, tapi akhirnya ia tetap memberitahu keberadaan Manda Misya. Saat ini Manda Misya tengah berada Yogyakarta.
Teka-teki ini semakin jelas tatkala aku melihat unggahan terbaru Abi di media sosial, yaitu potret keramaian Jalan Malioboro di sore hari. Semua harapanku hancur seketika. Gravitasi bumi seakan menarikku menuju ke titik terendah dalam waktu yang singkat.
Bagaimana bisa aku menyangkal pikiranku sendiri bahwa undangan itu hanya ulah Rosi tanpa sepengetahuan Abi jika bukti-bukti yang aku dapatkan justru mengarah pada kebenaran hal tersebut? Sekeras apapun pikiranku berusaha untuk tak mempercayai hal tersebut, tapi pada akhirnya aku tetap harus mengakuinya. Karena saat ini tak ada hal yang bisa meyakinkanku sebab aku tak menemukan bukti lain.
Untuk kesekian kalinya ini kembali menjadi salahku, karena aku berharap pada manusia. Ya, sejak malam itu aku memang menaruh sebuah harapan pada Abi. Pada akhirnya aku dipatahkan oleh harapan yang aku taruh pada manusia. Memang, akulah yang salah dalam hal ini.
Jujur, aku ingin mendengar kejujuran dari mulut Abi, bukan dari Rosi. Jikalau ia tak bersungguh-sungguh dengan perkataannya malam itu, akan aku terima dengan lapang hati. Namun ia tak mengatakan apapun sehingga aku mengetahui semuanya dari orang lain hingga membuatku ragu pada dirinya.
Tapi kehancuran harapanku bukan berarti membuat hidupku ikut hancur. Aku berusaha tetap fokus dengan pekerjaanku. Sudah lewat sebulan aku bekerja di sini. Gaji sudah aku terima di rekeningku. Hal yang terfikirkan olehku saat ini adalah aku ingin pulang kampung.
Bukankah waktu itu Abi sendiri yang mengatakan kalau masa percobaan untukku hanya selama satu bulan? Aku sudah melewati masa itu. Tapi alih-alih dipecat, aku memilih untuk mengundurkan diri.
Berhubung aku mengirim lamaran lewat email waktu itu, aku juga sudah mengirim surat pengunduran diriku. Hanya menunggu respon dan selanjutnya aku akan benar-benar pulang kampung. Kali ini aku tak akan kembali lagi. Keputusanku sudah bulat.
"Kak, Iwan sudah hubungin Kakak?" Yohan memunculkan wajahnya di ruanganku tanpa melangkah melewati pintu.
Hari ini sama seperti hari lainnya. Aku masih melakukan pekerjaanku sembari menunggu surat pengunduran diriku disetujui. Rasa profesional masih aku junjung tinggi karena aku tak ingin bertindak seenaknya. Aku menghargai orang yang sudah mau mempekerjakan aku di sini. Oleh sebab itu aku masih bertahan dan berusaha untuk menguatkan diriku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Di Balik Kacamata [END]
Chick-LitHidup di perantauan, jauh dari keluarga, jauh dari rumah, selalu merasa sendiri meskipun ada banyak orang di kota metropolitan yang hampir sama padatnya dengan ibu kota. Perjalanan hidup yang tak mudah, apalagi bagi wanita yang sudah berusia lebih d...