Chapter 6 - Rama dan Cinta

94 83 218
                                    

Balik lagi di lapak Irama Cinta.

Gimana keadaan kalian hari ini?

Semoga baik dengan mood yang bagus ya.

Tetap jaga kesehatan pokoknya. Sekarang Pandemi makin maraknya. Daerahku aja ada yang meninggal karena covid.

Tinggalin jejak berupa vote dan komen ya.

Play List Kamu || Nidji - Laskar Pelangi

Lagu ini cocok banget buat Cinta yang sedang berusaha untuk membangun mimpinya.

Happy Reading.

🍁🍁🍁
Ada harapan yang kembali dipatahkan.
Ada ekspetasi yang lagi-lagi jatuhnya melukai. Ada hal menyenangkan yang berubah melelahkan. Ada kekecewaan pada diri karena tidak berani mewujudkan. Ada ketakutan yang kembali timbul berupa kecemasan.
🍁🍁🍁

"Kenapa mukanya kusut gitu, kan udah dapet gitarnya?"

Rama dan Cinta baru saja keluar dari toko Musical Doremi setelah selesai melakukan transaksi jual-beli alat musik gitar. Cinta menggendong gitar di salah satu pundaknya, pikirannya berkelana, memikirkan hal-hal yang akan terjadi nantinya.

"Udah dapat pun, percuma, Ram. Aku gak bisa latihan di rumah secara leluasa." Apalagi jika ketahuan membawa pulang gitar di rumah, pasti ayahnya akan marah. Atau mungkin, menghancurkan gitarnya begitu saja.

"Maksudnya?"

Cinta menoleh pada Rama, menatap netra hitam cowok itu dengan lekat. "Ayah gak pernah bolehin aku main musik. Dulu aja aku mau masuk sekolah khusus musik dimarahin. Aku gak tau alasan pasti Ayah ngelarang aku untuk apa. Padahal, orang yang pertama kali buat aku suka sama musik itu Ayah."

"Permainan musik Ayah begitu menyentuh, bahkan, aku pernah lihat beberapa lagu yang ayah tulis sendiri. Tapi, waktu aku kelas dua SMP, Ayah membakar semua hal yang berhubungan dengan musik. Lagu-lagunya, kaset penyanyi favoritnya, dan juga buku-buku yang berhubungan dengan musik. Ayah juga menjual alat musik kesukaannya, baik gitar maupun piano," lanjut Cinta.

Rama menyimak dengan baik perkataan Cinta. Pikirannya mendikte ulang kalimat yang diutarakan oleh gadis itu. "Kamu pernah tanya ke Ayah kamu tentang semua itu? Pasti Ayah kamu punya alasan tersendiri kan?"

"Aku takut buat tanya hal itu ke Ayah. Waktu dulu aku bilang mau sekolah khusus musik aja Ayah marah besar." Mata Cinta terlihat sendu, kembali mengingat hal buruk masa lalu. "Dan waktu tanya ke Bunda alasannya apa, Bunda gak kasih tau. Mereka merahasiakan semua itu dari aku."

Orang tua yang biasanya mendukung penuh keputusan anaknya, kini malah melarang keinginan anaknya. Ya, begitulah yang dialami Cinta. Padahal, keinginan Cinta itu bukan sekadar keinginan biasa, melainkan sebuah impian yang berwujud cita-citanya.

"Kamu pingin banget, bisa main musik?" tanya Rama.

Kepala Cinta mengangguk, lalu ia menjawab, "Jadi musisi, itu keinginan aku dari kecil. Dari adik aku lahir, dan orang tua aku kasih nama dia Melody."

"Kalau nama adik kamu aja berhubungan dengan musik, berarti Ayah kamu sebenernya cinta banget sama musik." Rama menebak, mengutarakan apa yang ada di kepalanya. "Mungkin ada suatu kejadian yang buat Ayah kamu benci banget sama musik dan ngelarang kamu main musik?"

Irama CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang