Chapter 46 - Diculik?

35 20 252
                                    

Selamat datang di lapak Irama Cinta.

Gimana kabarnya?

Yang puasa, udah ada yang bolong belum nih?

Bulan puasa, jangan lupa beramal, ya.

Gak harus uang, kok. Vote dan komen di lapak ini juga amal namanya.

Kalau mau kasih uang buat aku beli takjil juga boleh. Hehe.

Play List Kamu|| Angel Baby ~ Troy Sivan

Happy Reading

🍁🍁🍁
Bersamamu adalah harapan yang selalu aku semogakan. Semogakan agar Tuhan membiarkan kita berdua menua bersama. Toh, kalaupun maut yang memisahkan, semoga hati kita selalu bertautan.
🍁🍁🍁


Cinta menatap siluet dirinya di cermin. Gadis itu terlihat cantik mengenakan kaos putih yang dibalut jaket denim serta rok tutu berwarna putih sebagai bawahannya. Tak lupa juga sepatu cats berwarna senada. Untuk rambutnya yang cokelat bergelombang, dia biarkan tergerai begitu saja.

Gadis itu mengambil tas selempangnya, lalu turun ke bawah. Di sana, dia mendapati adik dan bundanya yang sedang menonton televisi.

"Mau ke mana? Rapi banget?" Hilda bertanya.

"Keluar bentar, Bun. Cari angin."

"Sama Rama?"

Mendengar nama tersebut disebut, sontak Cinta terdiam sesaat, sebelum akhirnya menggeleng pelan. "Sendiri. Rama lagi sibuk, Bun."

"Beneran gapapa sendiri?"

"Bentar doang, Bun. Cuma ke depan doang. 'Kan, besok Cinta juga sekolah." Sebenarnya, Cinta ingin keluar karena dia ingin merilekskan pikiran dan hatinya yang sedang kacau.

Sekaligus ingin menemui orang yang baru saja mengirim pesan kembali padanya. Orang tersebut ingin memberikan bukti pengkhianatan Rama secara langsung pada Cinta di taman kota. Sebelumnya, dia mengirim lagi foto Rama, kali ini gambar Rama yang tengah berdansa dengan seorang perempuan. Wajah perempuan itu terlihat samar karena berada di penerangan yang redup.

Namun, tentu Cinta mengenali wajah Rama yang terlihat jelas. Dari postur tubuhnya saja Cinta sudah hafal.

"Kak, jangan lupa beliin Ody martabak telur, ya?" pinta Melody, sambil mengeluarkan puppy eyes-nya.

"Iya." Cinta berpamitan dengan menyalimi tangan Hilda. "Cinta pergi dulu, Bun."

***

Langit malam tampak dihiasi oleh bintang-bintang, meski tanpa kehadiran bulan, tak lantas membuat pemandangan di atas sana berkurang sedikitpun.

Hawa dingin menusuk, tetapi sama sekali tak menyurutkan langkah kaki seorang gadis yang menyusuri jalanan menuju taman kota.

Cinta duduk di salah satu kursi taman di sana, bernaung di bawah pohon rindang.  Dia menunggu kedatangan orang yang tadi mengirimnya pesan.

"Mana, sih, dia? Kok belum dateng?" Matanya melirik ke sana-kemari. "Apa dia cuma ngerjain aku?"

Lantas, Cinta mengambil ponsel. Menampilkan room-chat bersama nomor seseorang yang tidak dia ketahui. Lagi-lagi, nomornya telah diblokir.

Irama CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang