Chapter 7 - Sebuah Alibi

96 80 182
                                    

Balik lagi di lapak Irama Cinta.

Follow dulu sebelum baca ya.

Tinggalin jejak berupa vote dan komen ya.

Play List Kamu || Star - Nadin Amizah

Happy Reading.

🍁🍁🍁
Dalam hidup, setiap orang menjadi tokoh utama dalam ceritanya sendiri. Dan menjadi penonton dalam kisah orang lain. Melihat cerita yang baru dimulai, terkadang lebih menyenangkan daripada yang sudah tamat.
🍁🍁🍁

"Bohong. Orang tadi Tiya aja datang ke sini nyariin kamu."

Sontak Cinta melotot. Dia ketahuan tengan berbohong. Seharusnya Cinta memberi tahu Tiya dulu tadi. Kalau sudah begini, dia harus jawab apa?

"Itu, tadi ...." Kata-kata Cinta tercekat di tenggorokan. Dia bukan artis yang pandai sekali berbohong. Bundanya pasti bakal menangkap kebohongan dari matanya, apalagi dengan tangan Cinta yang gemetaran.

Jikalau berkata jujur, bundanya bisa kecewa. Apalagi jika ayahnya tahu jika putri sulungnya telah melanggar janjinya agar tidak berhubungan dengan musik lagi. Mungkin Cinta bisa saja mengatakan yang sebenarnya kalau dia habis latihan musik, siapa tahu ayahnya akan memberitahu alasannya. Namun, saat ini bukan waktu yang tepat. Ilmu yang didapat Cinta masih terlalu cetek.

"Nah, kan, gak bisa jawab. Ya sudah, Bunda ganti pertanyaan. Kamu kenapa akhir-akhir ini pulang sekolah selalu telat? Bukannya jam tiga harusnya udah pulang ya?" Orang tua mana yang tidak curiga anaknya selalu pulang pukul setengah lima.

"Bunda, Cinta, kan, ikut eskul."

"Eskul apa? Bukannya kamu dari dulu gak suka pelajaran di luar jam pelajaran sekolah?"

Sumpah. Cinta seperti pelaku kejahatan yang sedang diintrogasi. "Cinta ikut eskul ...."

"Permisi."

Suara tersebut mengalihkan perhatian keduanya. Sekaligus memotong pembicaraan Cinta yang belum selesai. Bisa dibilang, menyelamatkan Cinta dari pertanyaan Hilda.

Rama---dengan santainya berdiri di belakang Cinta. Cowok berkemeja kotak itu tersenyum ramah.

"Rama," gumam Cinta lirih, sambil membalikkan tubuhnya.

"Aku mau mengembalikan dompet kamu yang ketinggalan di mobil aku. Kayaknya tadi jatuh pas kamu ambil buku di tas kamu." Rama menyodorkan dompet kecil berwarna merah muda itu.

Pelahan, Cinta mengambilnya. Raut wajah Cinta sulit untuk ditebak. Ekspresi terkejut dan cemas bercampur menjadi satu. "Makasih, Ram."

"Kamu siapa, ya? Pacarnya Cinta?" Hilda menyela, memberi kalimat tanya yang membuat Rama dan Cinta saling bertukar pandang.

Rama melengkungkan bibirnya, membuat senyuman yang begitu ramah. Bahkan, Rama menyalami tangan Hilda dengan sendirinya. "Saya Rama, Tante. Kakak kelas Cinta."

"Maaf, Tan. Saya nganterin Cinta kemaleman. Tadi ada urusan dulu soalnya." Rama tidak tahu pasti terjadi ribut-ribut apa di antara ibu dan anak tersebut. Yang jelas, ia melihat bahwa Cinta tengah diintrogasi.

"Jadi Cinta pergi sama kamu?" tanya Hilda, dan Rama mengangguk. "Sebenernya gapapa Cinta pulang jam segini, tapi Bunda khawatir. Soalnya ponselnya susah dihubungi."

Irama CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang