Chapter 23 - Tersesat

40 43 194
                                    

Selamat datang di lapak Irama Cinta.

Yang mau baca jangan lupa bayar parkir dulu ya.

Caranya gampang kok, tinggal pencet bintang di pojok kiri bawah, dan meninggalkan komentar.

Play List Kamu|| Hivi ~ Remaja

Happy Reading.

🍁🍁🍁
Dia adalah ombak yang menenangkan, tetapi dia juga bisa menjadi alasanku tenggelam dalam baris kehidupan.
🍁🍁🍁

Hari berubah menjadi gelap. Semua anak kelas 11 berkumpul menghadap Pak Muslih dan Pak Mamat. Malam ini akan diadakan kegiatan jurit malam, yang tentu saja dikhususkan untuk anak kelas 11.

Sedangkan senior yang ikut bercamping, berbagi tugas. Ada yang menjadi kakak pembina untuk mengawasi selama acara, ada yang menjaga pos-pos selama acara berlangsung, ada yang membuat api unggun, ada juga yang memasak, ada pula yang memakai kostum untuk menakut-nakuti kegiatan ini.

"Nanti setiap regu, kalian ambil satu peta untuk cari jalan yang harus dilewati agar sampai ke pos. Di setiap pos itu ada bendera, jadi masing-masing regu harus mengambil satu." Pak Muslih bersuara.

"Ingat, selama perjalanan, ada yang menakuti kalian. Setiap anggota, harus kompak. Barang siapa di antara regu kalian yang ketakutan dan balik duluan sebelum ambil bendera, maka dinyatakan gagal," sahut Pak Mamat.

"Apa ada yang ingin ditanyakan?" tanya Pak Mamat, melihat wajah murid-muridnya.

Tiya mengangkat tangan. "Kegiatan jurit ini apa masuk juga ke penilaian kita, Pak?"

Pak Muslih tersenyum, ini pertanyaan yang bagus. "Masuk, tapi gak terlalu penting. Maksudnya hanya diambil berapa persen. Kalau yang penting itu, nilai makalah kalian nanti."

"Kalau begitu, kalian bisa ambil petanya, terus lewat jalan setapak ini, nanti di sana ada petunjuk-petunjuk yang membawa kalian ke pos-pos dan kembali lagi ke sini," kata Pak Mamat.

Semuanya mengangguk, kini Cinta tengah berkempul bersama anggota regunya. Dia mulai berjalan ke arah hutan yang tak terlalu lebat, memulai acara jurit malam ini.

"Ih, serem amat, sih. Takut." Ajeng menyorot senternya ke sekitar. Banyak pohon-pohon tinggi di sana.

"Iya, nih, haduh, bulu kudukku merinding." Alin ikut menimpali, meletakkan telapak tangannya si tengkuk lehernya.

"Kalian berdua cemen banget. Gini doang gak ada apa-apanya. Seru tau nantang nyali kayak gini," sahut Tiya, kemudian kembali mengamati peta.

"Seru dari mana, nanti kalau ada Mbak Kun gimana? Atau permen putih?" Alin merinding. "Ngeri."

Tiya terkekeh. "Heh? Aku kasih tau, ya. Itu cuma bohongan. Iya, gak, Nta?"

Cinta tersenyum. "Iya. Kalian jangan takut, apalagi sama demit gadungan. Takut itu sama Tuhan."

Tiya membetulkan ucapan Cinta. Matanya kembali mengerling, mencari tanda-tanda. "Nah, ini anak panahnya. Berarti kita ke barat."

Kalau kalian tanya di mana rombongan yang lain? Tentu saja arah masuk mereka berbeda, meskipun rute yang dicari sama. Mungkin ada yang sudah hampir sampai ke pos, ada pula yang tertinggal di belakang.

Irama CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang