Berkat kemurahan hati Winter yang dengan sukarela--coret--terpaksa memberikan tumpangan padanya, Naresh bisa sampai dirumah dengan selamat. Walau belum sepenuhnya lega, sebab motornya masih tertahan disekolah dalam keadaan kempes.
Naresh sudah berterimakasih kok sama Winter dan janji akan traktir jajan dan thai tea besok. Kurang baik apa Naresh jadi manusia. Toh, biasanya kalau motor Winter bermasalah, Naresh juga sigap bantuin. Jadi menurutnya itu bukan perkara besar.
Masalah sesungguhnya adalah orang rumah. Naresh berharap, Bunda tidak curiga dan kena hasut setan setan licik itu untuk memotong jatah bulanannya.
Keberadaan dua mahluk yang tidak Naresh harapkan kehadirannya, tentu jadi ancaman yang cukup serius hari ini.
Naresh mengendap seperti maling usai menutup pagar, dia berusaha tidak menimbulkan suara sedikitpun. Sambil masih mengenakan helm, Naresh mengintai waspada. Dilihatnya 3 sandal yang berserakan di dekat keset.
Itu menjelaskan kalau Jessica, Raga dan Bunda ada dirumah. Naresh lanjut berjalan mendekati pintu, rupanya tidak ada orang. Naresh terus berjalan, dirasa aman dia langsung melesat dengan langkah berjinjit menuju ke lantai dua.
Baru lima anak tangga dia tanjaki dengan perasaan lega karena tidak tertangkap, sedetik kemudian suara cempreng terdengar dari bawah.
"NANA!"
Naresh mematung. Tidak kuasa melanjutkan langkah ketika kerah belakang seragamnya ditarik dari belakang dengan tidak manusiawi.
"Mau kemana lo, abang ama kakaknya pulang nggak disambut malah kabur."
Naresh nyengir namun tidak kelihatan sebab tertutup kaca helm berwarna hitam.
"Loh, udah pulang, Nana? Kok nggak kedengeran suara motornya."
"Anu, anu-" Naresh blank. Seolah kosa kata dikepalanya mendadak lenyap tak tersisa.
"Eiiiii, lepas dong helmnya, Kak Jess pengen liat mukanya."
"Lagian aneh bener dah lu, ngapain pake helm dirumah coba?"
"Safety first, Bang!"
Raga terkekeh. Naresh reflek menjauh ketika Raga hendak menarik helmnya lepas dari kepala. "Ngapain?!"
"Ini bukan jalanan, lepas helmnya."
"Nggak mau!" Naresh menolak, lantas mundur dua langkah.
Jessica menaruh mangkuk serealnya dimeja lantas merentangkan tangan kedepan. "Yaudah sini, pelukkkk!"
Naresh memasang muka julid, untungnya terhalang kaca helm. Percayalah, mereka hanya pencitraan, yang sesungguhnya mereka hanya ingin merayu Naresh supaya mudah disuruh suruh nantinya.
"Nggak mau!"
Jessica cemberut. "Kakak kangen tau, ih! nggak usah sok ngartis deh, bocil!"
See?
Sementara Raga masih belum menyerah dalam upayanya meloloskan helm Naresh dari kepala si pemilik.
"Sini, cil, Bang Aga juga nih!"
Pencitraan part 2.
"Ogah!"
Tanpa menghiraukan Jessica yang mulai mendumel serta Raga yang masih ngotot melepaskan helmnya. Naresh melancarkan jurus seribu bayangan dan melesat pergi ke lantai dua. Bunda hanya bisa geleng-geleng melihat kelakuannya.
*
Usai membersihkan diri dan memastikan bahwa Raga dan Jessica tidak akan tiba-tiba nongol di kamarnya, Naresh memutuskan menghubungi Juna. Ya, hanya Juna yang bisa ia andalkan dalam situasi seperti ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Winter ✓
Humor(Completed) "Ter, menurut lo kenapa ayam tuh dikasih nama ayam? Kenapa nggak sapi aja atau.. kudanil gitu?" "Kalau gue gorok leher lo sekarang, kira-kira lo mati apa nggak napas aja, Na?" Nareshwara itu tinggi ✅ Ganteng ✅ Suaranya bagus ✅ Jago gom...