Pukul setengah delapan pagi Naresh tiba di kawasan sekolah. Cowok dengan seragam cokelat yang dibalut sweater biru dongker itu memperbaiki tatanan rambutnya usai melepas helm. Sempat narsis sebentar didepan spion motor sebelum melangkah pergi.
Sekolahnya lagi mengadakan classmeeting. Khusus minggu ini bakalan di isi tanding basket antar kelas. Setahu Naresh sih kelasnya bakal main hari ini.
Sembari berjalan Naresh membenarkan letak backpack abu-abu yang tersampir dibahu kiri lalu mengecek handphone. Bibirnya berkedut menahan tawa saat membaca puluhan pesan yang membeludak digrub kemarin.
Sampai nggak sadar ada seseorang yang tengah berjalan terburu-buru dari arah berlawanan. Sepersekian detik kemudian-
Bruk!
"Akh!"
Naresh melongo selama beberapa detik. Lalu menatap kebawah pada cewek yang terduduk dilantai sambil mendumel. Bukannya membantu Naresh hanya memungut Hp nya, sebelum berlalu pergi tanpa rasa bersalah.
Hal itu memancing si cewek buat protes. "HEH BOCAH!"
Naresh menghentikan langkah, menoleh kebelakang dengan alis terangkat. "Mbak manggil saya?"
"MBAK?!" Dia melotot. Berusaha bangkit berdiri walau pantatnya barusan menghantam lantai cukup keras. "Bukannya nolongin malah kabur! Nggak tanggung jawab banget, cowok lo?!"
"Saya cowok kok, Mbak."
"Jangan manggil gue Mbak!" Sahutnya makin nyolot. "Bantuin dong!"
"Yah, jauh, saya mager kesitu." Naresh berujar. "Manja banget, masa bangun gitu aja minta bantuan, sih?"
Cewek itu mendelik. "Gue jatoh gara-gara lo ya!"
"Hp saya juga jatuh gara-gara Mbaknya." Naresh menyahut enteng. "Nih, ampe kegores layarnya, jadi burik, kan." dumelnya sambil mengacungkan ponsel.
"Lo lebih simpati sama benda mati daripada sama gue yang mahluk hidup?!"
"Kayaknya." Naresh mengangkat bahu lantas meneruskan langkah. Setidaknya 5 jangkah sebelum sebuah benda mengenai kepalanya. Naresh berhenti, menemukan bola kertas yang menggelinding didekat sepatu. Naresh menggilasnya, lalu melangkah pergi.
"Sialan!"
"Nyerah aja deh, Mon."
"Gue nggak akan nyerah gitu aja."
"Monica Florensia." Dara, temannya, menepuk pundaknya dengan sabar. "Lo buang buang waktu tau nggak. Realistis aja deh, hate become love itu cuma ada dicerita fiksi, nggak akan kejadian di dunia nyata, Mon."
Monica menatap lurus punggung Naresh yang perlahan menjauh. "Gue nggak peduli."
*
Langkah Naresh terhenti saat tanpa sengaja melihat sosok Rama yang tengah berbincang dengan Suci. Si wakil ketua OSIS yang sudah lama Rama taksir.
"Ih, koko bisa salting juga rupanya." Naresh terkikik dari jauh saat melihat Rama berusaha menahan senyum didepan Suci. Naresh yakin deh itu anak lagi kegirangan banget sekarang.
Kalau nggak memperhitungkan harga dirinya didepan Suci, mungkin Rama sudah guling-guling seperti orang gila sekarang.
Lalu sebuah ide jahil muncul diotaknya. Naresh tersenyum licik, mengabaikan resiko bakal kena amuk sultan Mandala tersebut, Naresh melangkah mendekat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Winter ✓
Humor(Completed) "Ter, menurut lo kenapa ayam tuh dikasih nama ayam? Kenapa nggak sapi aja atau.. kudanil gitu?" "Kalau gue gorok leher lo sekarang, kira-kira lo mati apa nggak napas aja, Na?" Nareshwara itu tinggi ✅ Ganteng ✅ Suaranya bagus ✅ Jago gom...