"Mami pengen ketemu kamu.."
"Maaf. Aku nggak bisa"
"Cassie nggak kangen mami? Maafin mami sayang. Mami kelewatan waktu itu. Nggak seharusnya mami nampar kamu. Mami bersalah banget, mami mau-"
"Aku yang salah. Nggak seharusnya aku ngatur hidup Mami buat terus bareng Papi ketika kenyataannya kalian lebih baik dengan hidup tanpa satu sama lain. Aku yang egois. Sekarang, aku udah bahagia sama papi dan Ibu Betta. Mami nggak perlu khawatir. Aku nggak akan ngehalangin kebahagiaan Mami lagi."
"Cassie nggak salah. Ini semua bukan salah kamu, mami yang salah, Nak--"
"Maaf kurang sopan karena motong omongan mami. But, please, jangan hubungi aku. Aku udah ikhlasin Mami ambil keputusan itu, walau awalnya sakit banget. Jadi tolong hargai keputusan aku juga."
Percakapan ditelepon tempo hari masih bercokol di otaknya. Bisa dibilang itu telepon pertama setelah berbulan-bulan lamanya. Namun tidak selayaknya seseorang yang saling merindukan, Winter justru membenci panggilan itu.
Seperti mengingatkan, betapa menyedihkan hidupnya. Semua orang pergi silih berganti. Seolah menegaskan bahwa Winter memang layak untuk ditinggalkan.
Merapatkan cardingan yang dia kenakan, Winter menuruni anak tangga dengan langkah tersendat. Badannya nggak enak hari ini. Pikirannya kacau ditambah efek hari pertama.
Harusnya pagi ini dia masih bergelung dibawah selimutnya tanpa repot-repot ke sekolah. Tapi apa boleh buat, hari ini jadwal ulangan kimia. Winter nggak mau ikut susulan, ribet. Belum lagi kalau diomelin gurunya yang masuk dalam jajaran guru killer.
Sekalipun Winter memberi alasan yang logis, pasti bakal ditolak mentah-mentah. Menahan rasa nyeri hebat, Winter nekat pergi sekolah.
Dia sengaja nebeng Gisel karena nggak mungkin sama Naresh. Perutnya seperti terlilit dan keram, kalau ditambah naik motor Naresh plus dibonceng dengan kebut kebutan, wah bisa mati dijalan dia. Apalagi mengingat, Naresh tuh suka nggak waras kalau bawa motor.
"Lemes banget lo? Sakit?" Gisel bertanya usai mereka tiba di kelas, duduk dibangku. Nata nggak masuk hari ini karena lagi keluar kota.
Winter menempelkan pipinya dimeja, menggeleng kecil. "Biasa." Kedua tangannya memeluk perut dengan dahi mengerut samar.
Gisel langsung paham. "Lo tuh kalau lagi dapet udah kayak orang sekarat. Kenapa nggak bolos aja, sih? Gue bisa bikinin surat kok, atau gue temenin bolos aja sekalian."
"Gue nggak mau nyusul ulangan."
"Ulangan?" Gisel kontan melotot. "ADA ULANGAN HARI INI?!"
Winter berdecak, lalu meliriknya tajam. Gisel meringis, mengacungkan dua jarinya. "Damai damai, refleks tadi tuh, Ulangan apaan, gue beneran nggak inget sumpah!"
"Kimia."
Gisel langsung kena mental. "Mampus gue."
Seolah menambah kegusaran Gisel, bel masuk turut berbunyi sebagai tanda jam pertama akan segera yang dimulai.
*
Usai digempur 20 soal kimia selama 2 jam penuh, Winter langsung puyeng bukan main. Wajahnya makin mengkhawatirkan, bikin Gisel buru-buru menyuruhnya ke UKS. Cewek itu sempat ngotot menemani Winter di UKS, tapi dia tolak. Dia beralasan bisa sendiri yang tentu saja bikin Gisel akhirnya mengalah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Winter ✓
Humor(Completed) "Ter, menurut lo kenapa ayam tuh dikasih nama ayam? Kenapa nggak sapi aja atau.. kudanil gitu?" "Kalau gue gorok leher lo sekarang, kira-kira lo mati apa nggak napas aja, Na?" Nareshwara itu tinggi ✅ Ganteng ✅ Suaranya bagus ✅ Jago gom...