"Kamu ini nggak ada bosan bosannya ya berantem terus! Tiap hari gantian saja yang diajak ribut!"
Jeriko buang muka, malas mendengarkan celotehan tidak berguna guru BK nya yang sibuk marah-marah. Kedua telinganya sudah kebal mendengar teriakan dan kecaman setiap hari jadi hal seperti ini sudah tak asing baginya.
"Orang tua kalian menitipkan anaknya kesekolah untuk dididik dengan baik. Bukan untuk berkelahi seperti ini!" Bu Mitra geram. "Kamu juga Justin, bukannya OSIS itu mencontohkan yang baik ke teman-teman yang lain. Bisa-bisanya kamu malah berantem sama Jeriko!"
"Maaf, Bu. Saya salah." Justin menjawab sopan, yang dinilai Jeriko sebagai bentuk pencitraan part kesekian.
Sebenarnya Jeriko nggak berniat berantem serius sih sama Justin. Tapi melihat gaya sok berkuasa Justin selaku anggota OSIS serta tabiat Jeriko yang memang hobi cari masalah, jiwa pemberontaknya meronta. Dari yang awalnya cuma saling sindir keduanya tersulut, Jeriko pun melayangkan bogeman mentah ke pipi Justin yang berakhir jadi sesi adu jotos sengit.
Namanya juga sama-sama emosi. Dua-dua nya pun kalap dan berusaha saling menghabisi satu sama lain seolah nggak ada hari esok. Alhasil keduanya bonyok.
"Sekarang obatin dulu lukanya, istirahat kedua kalian wajib menemui Ibu disini."
"Baik, Bu, saya permisi." Hanya Justin yang menjawab sebelum cowok itu melipir duluan dari ruang konseling. Tersisa Jeriko yang masih duduk manis di kursinya dengan luka bonyok diwajah, walau masih lebih parah Justin.
"Kamu ngapain masih disini? Sana ke UKS, obatin luka kamu."
"Izin ngadem bentar, Bu, gerah." Jeriko menyenderkan punggung kebelakang sambil memejamkan mata sesekali meringis menahan perih. Hal itu menuai krenyitan di dahi Bu Mitra.
"Itu luka kamu parah loh, Jeriko. Bisa infeksi kalau nggak segera diobati. Sana ke UKS, minta obatnya."
"Nggak perlu, saya oke, Bu."
"Jeriko," Bu Mitra memanggil dengan intonasi lebih sabar. "Kamu jangan bandel bandel kalau dibilangin. Mau kamu, Ibu teleponin Papa kamu sekarang?"
Jeriko menahan diri untuk nggak mendengus. "Kalau gitu kenapa Ibu nggak suruh anak PMR kesini aja obatin saya? Gitu, kan, gampang."
"Kok kamu jadi nyuruh nyuruh saya sih?" Bu Mitra sewot. Dari ribuan anak yang pernah dia ajar baru kali ini dia diperintah oleh muridnya sendiri.
"Saya nggak menyuruh Ibu, hanya menyarankan." Jeriko ngeles. "Tapi kalau Ibu nggak keberatan ya nggak apa-apa, sih."
"Permisi, Bu Mitra."
Bu Mitra menoleh ke pintu. "Eh, Karina? Sini masuk aja." Ekspresi Bu Mitra langsung berubah drastis saat menyapa Karina.
Karina sempat kaget ada Jeriko disana, Jeriko pun sama. Tapi Karina tetap berusaha terlihat cuek dan berjalan mendekati Bu Mitra. "Ini, Bu, mengumpulkan tugas kelas saya yang minggu lalu."
"Oke, makasih ya. Ini udah lengkap semua, kan?"
"Udah, Bu. Baik saya permisi."
"Tunggu, Karina." Bu Mitra mencegah, Karina langsung balik badan. Agak risih sebab dari detik pertama dia melewati pintu Jeriko tidak berhenti menatapnya secara terang-terangan.
"Iya, Bu Mit?"
"Kamu anak PMR, kan?" Karina mengangguk kaku. Wah, perasaannya mulai nggak delicious nih.
"Nah, kebetulan, kamu bantu obatin lukanya Jeriko ya, temenin dia ke UKS."
KAN!
"Hng.."
KAMU SEDANG MEMBACA
Winter ✓
Humor(Completed) "Ter, menurut lo kenapa ayam tuh dikasih nama ayam? Kenapa nggak sapi aja atau.. kudanil gitu?" "Kalau gue gorok leher lo sekarang, kira-kira lo mati apa nggak napas aja, Na?" Nareshwara itu tinggi ✅ Ganteng ✅ Suaranya bagus ✅ Jago gom...