"Winter, aku bahagia bisa bareng kamu.. Aku sayang kamu."
Kalimat itu menjadi kalimat terakhir yang mampu Naresh utarakan sebelum tangan yang ingin dia genggam begitu erat harus ia lepaskan.
Sementara mobil terus melaju kencang tanpa bisa dihentikan. Naresh terduduk pasrah sambil menyatukan kedua tangannya diantara lutut.
Detik-detik terasa semakin mencekik. Jeriko sendiri sudah kehabisan celah untuk menghentikan laju mobilnya. Lalu dari kejauhan sebuah sedan putih terlihat. Jika Jeriko tetap mengambil jalur itu, maka tabrakan akan terjadi. Artinya mereka akan menelan korban lain.
"SIALAN!!" Jeriko banting setir ke kanan.
Sepersekian detik sebelum roda mobil Jeriko menyentuh bibir jurang, Jeriko menarik Naresh keluar dan melompat ke arah berlawanan. "Bocah tolol!"
Sementara itu mobil Jeriko jatuh dengan kecepatan tinggi. Benturan mengerikan terjadi. Benda berat itu menghantam tebing dengan keras. Mobil terguling. Terlempar. Jatuh terperosok ke bawah.
Naresh gemetaran, tadinya dia sudah pasrah seandainya jika memang ini akhir hidupnya. Dia tak mampu menyeimbangkan diri saat ditarik Jeriko. Tubuhnya oleng, membuat pijakannya tak seimbang, kakinya menyentuh tepi jurang dan nyaris terperosok jika Jeriko tak segera menyentak kuat.
Aksinya itu bikin kaki Jeriko terpeleset dan berakhir jatuh. Namun Naresh sigap menangkap tangannya dan menahan sekuat tenaga. Kini ibaratnya, nyawa Jeriko ada ditangan Naresh. "Lepasin gue."
"GILA LO?!"
"Lo buang-buang waktu disini." Naresh menggeleng. Masa bodoh dia akan dikatai cowok cengeng, tapi nyatanya detik ini Naresh merasakan matanya telah memanas. "Lepasin gue, tolol. Pergi." Jeriko terus berusaha melepaskan diri tapi sekeras itu juga Naresh menahan.
"Lo mau sok keren dengan ngorbanin nyawa lo buat gue?" Naresh tertawa sinis meski suaranya kini telah parau. "Gak akan gue biarin! Gue gak sudi punya utang nyawa sama lo! Naik kesini goblok!"
"Ge-er, you think lo seberarti itu?"
"BANGKE!! INI BUKAN WAKTUNYA BERCANDA ANJING!!"
Jeriko berdecih, saat Naresh lengah dia menarik tangannya lepas. "Bye." Naresh melotot saat Jeriko membiarkan dirinya sendiri terjun ke bawah sana.
"BANGSAT!!! GUE BAKAL BUNUH LO JERIKO!!!!!"
Naresh mencari jalan untuk turun kesana. Naresh kalap, otaknya kini tak lagi bisa berpikir jernih. Langkahnya sangat tergesa, kaku dan tak terkontrol hingga hal itu memicu kesialan lain.
Kakinya terpeleset. Tubuh Naresh terperosok kebawah. Dalam gelap, tak ada yang bisa Naresh rasakan selain embusan angin yang menerjang tubuhnya. Meliuk. Berputar. Sebelum akhirnya tubuhnya menghantam permukaan tanah basah dan terguling-guling tidak karuan.
Tubuhnya terasa diremukkan dari segala sisi. Dibanting kuat sampai setiap tulangnya seolah dipatahkan dalam waktu bersamaan.
Setelah, entah terjatuh seberapa jauh, Naresh merasakan kepalanya nyaris pecah usai menghantam sebuah pohon.
Denging panjang setelahnya.
Kepala berdenyut hebat. Naresh mengais sisa-sisa kesadarannya. Tubuhnya penuh luka, kotor dan berlumuran darah.
Dia merintih kala merasakan seluruh sendinya berderit linu. Darah bercucuran dari kepala. Mencipta bau amis mirip besi yang begitu menusuk penciuman.
Jeriko tergeletak tak jauh dari sana. Kondisinya lebih parah. Naresh sempat melihat asap putih asing menyembul dari kap mobil Jeriko yang nyaris tak berbentuk dibawah sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Winter ✓
Humor(Completed) "Ter, menurut lo kenapa ayam tuh dikasih nama ayam? Kenapa nggak sapi aja atau.. kudanil gitu?" "Kalau gue gorok leher lo sekarang, kira-kira lo mati apa nggak napas aja, Na?" Nareshwara itu tinggi ✅ Ganteng ✅ Suaranya bagus ✅ Jago gom...