Winter sedang sibuk merapikan kuas lukis serta pallet miliknya ketika hapenya bergetar dimeja. Dia meraih benda itu lalu mendesah pelan. Nama Naresh tertera disana, dilempar kembali.
Benda itu berbunyi lagi, tapi Winter abaikan. Jujur, dia masih kesal sama anak itu gara-gara inside kelabang. Winter pengen balas dendam, tapi anak itu malah nggak kelihatan disekolah. Paling bolos, pikirannya. Lama-lama, Winter terusik karena hapenya nggak berhenti berbunyi.
Dia menggeser tombol hijau lalu memekik kesal. "Apasih?! Gausah ganggu gue! Gue masih kesel sama lo!"
"Oh, yaudah gue matiin."
Tut.
Panggilan terputus, Winter menatap layar hapenya yang padam. Lalu mengerutkan alis. "Bentar, tadi kayak bukan suara Nana?" Dia menekan opsi panggilan sampai akhirnya tersambung lagi. "Halo."
"Gausah ganggu gue."
"Kenapa lo nelpon pake hapenya Nana?"
"Gausah ganggu gue."
"Gue sleding pala lo ngomong itu lagi, Jer." Winter mendengus. "Apaan?"
"Kata lo ganggu, yaudah gak jadi gue tutup-"
"Jer lo anjing banget sih? Ngomong ya tinggal ngomong!"
"Lo lagi sama Darling gak?"
"Gak! Darling lo nggak sama gue!" Winter berdecak saat mendengar erangan kecewa diseberang sana. "Lo nelpon gue pake hape Nana cuma buat nanyain pertanyaan nggak mutu kayak gitu? Gue tutup-"
"Gue saranin lo dengerin gue dulu sebelum tutup."
"Kalau nggak penting gue bunuh lo."
"Sakha kritis."
Winter tertegun, sedetik kemudian tawanya pecah. "Jer, Jer.. sejak kapan lo mau diajak sekongkol ama Nana? Akting lo bagus, sayangnya gak mempan nge-prank gue. Kalau dia ada di samping lo sekarang, bilangin gue nggak akan maafin dia!"
Jeriko terkekeh diseberang sana. "Lo pikir gue sudi buang buang waktu berharga gue nelpon lo cuma buat ngeprank?"
"Lo nggak ada bedanya ama dia, sama-sama hobi ngerjain gue!"
"Gue udah berbaik hati kasih tau lo ya. Terserah, kalau dia nggak bangun lagi karena sesuatu yang buruk, jangan salahin gue kalau lo nggak bisa ketemu dia buat terakhir kalinya."
Tut.
*
Dengan perasaan gusar Winter turun dari taksi yang dia tumpangi ke alamat rumah sakit yang dikirimkan Jeriko. Dia berlari terburu-buru sampai nyaris terjatuh. Dia memencet tombol lift dengan gemetar. Perasaan nya gelisah, waktu berjalan seolah melambat dan itu makin menambah kekalutan Winter.
Kemarin semuanya baik-baik saja, kenapa jadi seperti ini? Winter bahkan nggak tahu kalau Naresh masuk rumah sakit. Anak itu kenapa? Kritis? Apakah penyakitnya separah itu? Winter nggak bisa berpikir jernih, sebab otaknya sudah dipenuhi praduga praduga buruk.
"Nana pasti nggak kenapa-napa, dia paling cuma kecapekan. Iya cuma kecapekan." Winter menggigiti kukunya dengan wajah cemas. "Penyakitnya nggak mungkin separah itu.."
Ting!
Lift terbuka.
Winter langsung berlari ke ruang rawat inap yang diberitahu Jeriko. Bangsal 201. Winter bersumpah akan mencongkel kedua mata Jeriko jika yang dikatakan cowok itu cuma bohong belaka. Dan buat Naresh, siap-siap saja menerima balasan setimpal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Winter ✓
Humor(Completed) "Ter, menurut lo kenapa ayam tuh dikasih nama ayam? Kenapa nggak sapi aja atau.. kudanil gitu?" "Kalau gue gorok leher lo sekarang, kira-kira lo mati apa nggak napas aja, Na?" Nareshwara itu tinggi ✅ Ganteng ✅ Suaranya bagus ✅ Jago gom...