Nggak banyak yang berubah.
Sudah hampir sebulan mereka pacaran tapi baik Naresh maupun Winter tetap terlihat seperti biasa.
Sebab, mereka sudah lengket dari lama, kemana-mana berdua dan nggak jarang kelihatan lebih mesra dari sepasang kekasih betulan. Jadi nggak ada yang mengira kalau ada yang berubah diantara mereka.
Winter juga nggak merasa ada yang berbeda dari kelakuan Naresh. Anak itu masih suka iseng dan menjahilinya, bahkan nggak jarang mengejek dirinya seperti biasa. Tapi sekarang anak itu lebih terang-terangan menunjukkan kepedulian dan bertingkah.. manis?
Ah, misalnya.
Waktu mereka jalan lewat tangga, Naresh bakal menggenggam tangannya, cowok itu bakal jalan satu undakan lebih dulu terus melihat langkah kakinya dan kalau Winter nggak nurut dia bakal ngomel. Memang sih, sepele banget dan hitungannya, Naresh juga pernah melakukan hal seperti itu dulu. Tapi.. nggak tahu kenapa.. rasanya agak gimanaaa gitu sekarang.
Atau jangan-jangan Winter sudah mulai ketularan virus lebay?
Wah, gawat.
Terus, waktu dikerumunan, kalau lagi desak-desakan gitu dia bakal merangkul Winter dan di amankan seolah benda berharga yang nggak boleh lecet bahkan disentuh orang sedikitpun.
Waktu makan diluar, dia bakal menarik kursi lebih dulu biar Winter duduk baru dirinya. Nggak pakai omongan, hanya kode lewat gerakan tubuh saja.
Winter kayaknya beneran ketularan lebay deh. Bisa-bisanya dia melting cuma gara-gara hal semurahan itu?
Dan satu hal yang baru Winter tahu, Naresh itu... cemburuan.
Ya. Cemburuan pakai banget.
Yang satu itu, dia betulan baru tahu dan bikin Winter nggak tahan buat ngakak.
Jadi seperti biasa, Winter bakal menunggu Naresh diparkiran usai sepeninggalan Gisel. Dia duduk didekat mushola sekolah sambil mainan hape. Tiba-tiba ada adik kelas cowok yang mendekat, Winter refleks mengangkat wajah.
"Kakak lagi ngapain?"
Winter menatapnya sejenak, sekilas, dia seperti melihat aura-aura Jeriko diwajah anak itu alias aura-buaya. "Duduk."
"Nggak pulang?"
"Yang lo lihat?"
"Mau bareng aku nggak, Kak? Rumah kita searah kayaknya."
"No, thanks. Gue lagi nungguin orang."
Winter belum sadar kalau Naresh sudah berdiri nggak jauh dari sana dan mengamati dengan sorot membara.
"Nunggu siapa? Udah sepi gini, mending bareng aku." Si cowok bermuka bule dengan rambut agak ikal itu menunjuk motornya yang masih terparkir disana. "Itu motorku, Kak."
"Nggak perlu. Gue udah janjian sama orang."
"Kalau gitu aku temenin ya sampai dia datang. Kalau nggak datang, kakak harus pulang bareng aku."
Naresh nyaris melempar tong sampah ke arah bocah tengik itu.
"Gak perlu."
Si cowok bule itu masih ngotot. "Dia paling nggak datang, bisa aja Kakak ditinggalin. Mending bareng aku ajalah."
"Siapa bilang gue ninggalin?"
Bukan Winter, suara dingin nan menusuk itu berasal dari orang yang sejak tadi berdiri mengamati dari jauh. Tatapannya penuh intimidasi. Bocah bule tadi langsung menjauh, agak gentar ditatap dengan sorot tajam dari kedua obsidian milik Naresh. Anak itu sampai tremor mengaitkan helm karena Naresh terus menyorotnya tanpa berkedip. Anak itu melesat pergi bertepatan dengan suara Winter yang terdengar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Winter ✓
Humor(Completed) "Ter, menurut lo kenapa ayam tuh dikasih nama ayam? Kenapa nggak sapi aja atau.. kudanil gitu?" "Kalau gue gorok leher lo sekarang, kira-kira lo mati apa nggak napas aja, Na?" Nareshwara itu tinggi ✅ Ganteng ✅ Suaranya bagus ✅ Jago gom...