31. Retak

1.1K 197 29
                                    

Selama sisa sore itu, sampai menjelang malam Naresh habiskan buat cengar-cengir goblok di kamar.

Masa bodoh dia dikatain alay sama setan di kamarnya, Naresh nggak peduli. Pipinya sudah pegal nyengir terus dari tadi, tapi ya gimana namanya juga lagi senang. Apalagi pas tahu kalau Winter membawakannya sesuatu tadi.

Tebak apa?

Yupi sekarton. Naresh menemukannya di meja ruang makan, dia pikir punya siapa terus Bunda bilang begini. "Dari Winter, katanya biar kamu nggak ngerokok terus."

Jiwa-jiwa norak nya langsung meronta. Memang sih cuma yupi doang, tapi kan alasan dibalik itu nya itu loh yang bikin Naresh ter-jeong jeng jeong jeng. Artinya Winter peduli kan sama dia? Sudah pasti. Nggak usah ditanya lagi itu mah.

Ya tahu, Naresh juga nggak lagi ngarep lebih kok (dikit sih). Dia cuma senang saja gitu. Nggak boleh juga? Wah, hidup kalian tuh se-suram apasih sampai nggak rela lihat orang bahagia? Lempar mejikom nih? Canda, Naresh nggak sekejam itu kali.

Besoknya dia sudah balik sekolah lagi. Nggak nebengin Winter alias sendirian. Waktu sampai di parkiran dia bengong sebentar diatas motornya.

Dia jadi kepikiran obrolannya sama Bunda kemarin sore. Apa dia coba aja kali ya? Tapi kalau nggak mempan gimana? Naresh menutupi wajahnya. Tiba-tiba omongan Winter dikala hujan ikut menyelinap tanpa permisi.

Suka sama seseorang itu hak kita, Na, tanggung jawab kita. Tapi jangan sampai rasa suka kita membebani orang lain.

Naresh gusar. Rasa sukanya adalah tanggung jawabnya dan nggak sepatutnya dia se-ngotot-ini. Bisa saja Winter terganggu kalau sikapnya berubah, kan? Yang ada Naresh bakal dijauhi. Naresh nggak rela merusak apa yang sudah ada karena egonya sendiri.

Langkahnya diurungkan kembali.

Naksir sama temen sendiri tuh ibarat siap kehilangan dua hal. Kalau hoki ya bakal berubah status jadi pacar. Kalau apes? Ya siap-siap saja kehilangan teman sekaligus orang yang lo sayang.

Untuk kesekian kalinya, Naresh menghela napas.

Lamunannya buyar, bertepatan dengan mobil merah yang melintasi kawasan parkiran. Mobil mencolok yang hanya punya Giselle Ananta seorang itu berhenti disusul kemunculan 4 cewek yang keluar dari mobil itu secara bersamaan.

Naresh menatap dari jauh. Dia nggak buta kalau mereka sukses menarik atensi separuh parkiran. Terutama Winter. Winter punya garis wajah yang terkesan dingin dan mengintimidasi. Dalam sekali lihat, pasti orang akan menilai dia cewek cantik yang sombong. Tapi anggapan itu akan patah setelah melihatnya tersenyum.

Wajahnya jadi terlihat manis dan menggemaskan.

Seperti sekarang, Winter tergelak saat Nata usil menggelitik pinggangnya. Dan dari apa yang Naresh lihat, banyak tatapan terpana yang tertuju ke arahnya. Bahkan saat Winter bersama ketiga mahluk berkaki jenjang itu kian menjauh dari parkiran, bisik-bisik memuja itu belum mereda.





*






"Eh, dengerin, gue abis di WhatsApp Bu Rida, katanya kerajinannya hari ini harus kelar dan dikumpulin ke ruang guru." Ucap Ketua kelas dengan suara lantang.

Gia cekatan menyelesaikan tugas kelompok mereka. Setelahnya rumah-rumahan stik mereka dikumpulkan jadi satu dan dibawa keruang guru. Naresh yang biasanya anti disuruh-suruh, hari ini malah excited bantuin Gia membawa pekerjaan itu ke kantor.

Winter  ✓ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang