57. Mengikhlaskan

1.2K 186 47
                                    

"Ayura, kamu belum makan apa-apa dari kemarin."

Sudah seminggu berlalu namun keberadaan Naresh dan Jeriko tak kunjung ditemukan. Sesuai prosedur yang dijalankan, Tim Sar pun menghentikan pencarian. Namun mereka masih tetap memantau perkembangan yang ada.

"Aku nggak lapar, Mas." Ayura bergeming ditepi kasur. Matanya begitu kosong. Memeluk erat jaket kesayangan putranya yang selalu dipakai kemana-mana. Bahkan saking seringnya, jejak aroma tubuhnya turut melekat disana. Membekas serupa sisa-sisa kenangan.

Ayura seolah tengah mendekap putranya sekalipun hanya dalam bayang-bayang.

Rendra mendekat lalu merengkuh Ayura. Segala upaya sudah dilakukan. Yasmin juga sudah mengerahkan ratusan orang-orang yang dia punya untuk mencari--terlepas dari keterlibatan Tim sar--tapi hasilnya nihil.

Tidak ada tanda-tanda keberadaan mereka berdua sampai hari ini.

Mereka nyaris kehabisan harapan. Kini, hanya tinggal menunggu keajaiban. Jika sesuatu yang buruk benar-benar telah terjadi. Setidaknya jasad mereka harus ditemukan agar bisa melakukan pemakaman secara layak.

Sebab, menilik dari kondisi mobil yang meledak dan hancur, kecil kemungkinan korban bisa selamat.

"Dia anak yang baik. Kita sudah berhasil membesarkannya dengan baik, Yura." Rendra mengusap bahunya kala merasakan bagian depan bajunya mulai basah. "Dia bersedia ikut sama kita, jadi anak kita, itu sudah jadi anugerah terindah, Ayura. Tapi kembali lagi, dia tetap milik Tuhan-nya. Kita hanya dititipi untuk menjaganya dengan baik. Ketika waktunya tiba, segalanya memang harus kembali."

"Mas.." Ayura merintih kesakitan. Sesak didadanya begitu tak tertahankan. "Aku udah mencoba ikhlas sama apapun yang mungkin terjadi ke anak ku. Meskipun berat aku coba terima." Suaranya bergetar hebat. "Tapi--tapi rasanya sakit. Sakit banget, mas.."

"Yura-"

"Aku ngerawat Nana dari kecil sampai sebesar sekarang. Aku yang ajarin dia berjalan, aku ajarin dia mengucapkan kata pertama dia. Aku yang ngebesarin dia, mas Ren.." Yura terisak pilu. "Aku selalu mastiin dia bahagia dan tumbuh dengan baik. Aku sayangi dia sama seperti gimana aku sayang sama Jessie dan Raga. Salahku apa.. salahku dimana sampai ditinggal anakku begini mas.."

Rendra tak kuasa menahan air matanya. Setegar apapun, orangtua mana yang tak hancur ketika kehilangan seorang anak?

Rasa sakit menyerbunya dari segala sisi. Mengepung tanpa jeda. "Apapun akhirnya nanti kita harus terima dengan ikhlas, Ayura. Kita sudah berusaha mencari mereka.."

"Aku mau anakku mas.." Ayura merintih dalam tangis yang begitu menyesakkan. "Tolong bawa dia kesini, jemput adiknya Jessica pulang kerumah, mas rendra.."

Di ambang pintu, Jessica bergeming dengan genangan dipelupuk mata. Langkahnya diurungkan. Dia membawa kembali makanan yang dia siapkan untuk Bunda dan turun ke lantai bawah.

Jessica terduduk dengan sorot hampa. Jika ini yang takdir inginkan, bukankah ini terlalu kejam?

Lalu derit ponselnya membuat Jessica menoleh. Nama Raga tertera disana. Jessica menggeser tombol hijau usai mengatur napas supaya tak terdengar parau.

"Halo.."

"M-hm?" Jessica menahan suaranya yang gemetar.

"Gimana keadaan disana?"

"..."

"Jess.. dia udah ditemukan?"

Jessica menggeleng sekalipun Raga tak mungkin bisa melihatnya. ".. belum."

"Apa keputusan selanjutnya?" Tawa Raga terdengar begitu getir. Mendengar adiknya jatuh ke jurang dan menghilang, abang mana yang akan baik-baik saja? "Naresh.. dia.. gimana, Jess?"

Winter  ✓ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang