Seperti hari hari sebelumnya, Naresh menjemput Winter. Nggak masuk, cuma nangkring diatas motor sambil menanti diluar pagar. Sebenarnya dia masih rada kesel sih karena kemarin dia nggak diajak dan Winter malah jogging bareng Jeriko.
Dia merasa di-hi-a-na-ti.
Mau ngamuk emang Naresh siapa? Tapi kalau nggak ngamuk rasanya kurang nendang nggak sih? Ini tuh kayak sesuatu yang benar tapi terasa salah.
Tapi kalau dipikir-pikir lagi, salahnya dimana? Naresh saja yang sok tersakiti. Pacar bukan, gebetan juga bukan.
Cuma temen.
Oke, kurang jelas? CU-MA TE-MEN.
Pedih banget.
Jancoooooook.
Et, jadi kasar kan.
Dia sibuk mengetuk ngetuk tangki motor sambil melamun syahdu ketika sosok wanita paruh bayah muncul, menggeser pagar lalu menatapnya dengan kening berkerut. "Temannya Cassie?"
Naresh langsung melepas helm seraya menampilkan senyum paling ramah yang dia punya. "Ah, iya, Tante."
"Masuk aja yuk, tunggu di dalam."
"Nggak usah Tante, sini aja. Paling habis ini Cassie keluar." Naresh menolak halus.
Seolah mengamini ucapan Naresh, Winter muncul. Dia sempat terdiam sejenak. Sebelum akhirnya memutuskan melewati Ibu tirinya tanpa bertegur sapa. Naresh tidak buta. Dia tahu, wanita itu mengharapkan, setidaknya Winter tersenyum padanya. Namun jangankan tersenyum, menoleh pun tidak. Winter seolah menegaskan adanya benteng tak kasat mata diantara keduanya.
"Kok pake si ijo lagi?" Winter menatap R15 yang ditunggangi Naresh. Motor yang sama yang dia pakai beberapa hari ini menggantikan motor maticnya.
"Emang kenapa?"
"Pinggang gue encok naik ginian. Malika belum beres emang?"
"Melki bukan Malika."
"Sama aja, warnanya juga item kayak malika."
"Masih mager gue mau ngambil. Lo kalau nggak mau naik yaudah jalan kaki aja." Naresh langsung nyengir saat Winter melayangkan tatapan tajam padanya. "Canda Cantik, mukanya udah kek mau membacok gue aja."
"Sini." Lalu dia mengulurkan tangannya, berniat membantu Winter naik. Namun cewek itu justru memegang kedua pundaknya buat naik yang bikin Naresh nyaris oleng dan buru-buru memegang stang motornya. "Buseeet, kalem dong, bar bar banget."
"Jalan."
Naresh memakai helm. Lalu menoleh kebelakang. Dia berdecak sebelum mengulurkan tangan, mengaitkan pengait helm Winter sampai berbunyi klik. Lantas menurunkan kacanya. "Kebiasaan."
"Lupa."
"Nggak pamitan dulu sama Ibu?" Naresh sengaja bertanya pelan, agar hanya Winter yang mendengarnya. Cewek itu menepuk pundaknya dua kali, mengabaikan pertanyaannya. "Jalan, nanti telat."
Naresh memilih menyalakan mesin, membuka kaca helmnya sedikit lalu tersenyum. "Saya sama Cassie berangkat dulu ya, Tante, permisi."
Wanita itu tersentak lalu merekahkan senyum, dan dari apa yang Naresh lihat wanita itu terlihat nyaris tidak percaya.
*
"Gue nggak bisa manjat."
"Yaudah injek bahu gue sini, ntar lo loncat lewat tembok."
Winter menunduk, menatap roknya sendiri yang kelewat pendek. Lalu kembali menatap Naresh. Asli ini lebih mengerikan daripada manjat pohon. "Ogah!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Winter ✓
Humor(Completed) "Ter, menurut lo kenapa ayam tuh dikasih nama ayam? Kenapa nggak sapi aja atau.. kudanil gitu?" "Kalau gue gorok leher lo sekarang, kira-kira lo mati apa nggak napas aja, Na?" Nareshwara itu tinggi ✅ Ganteng ✅ Suaranya bagus ✅ Jago gom...