34. Deg-deg an, ya?

1.2K 200 22
                                    

"Empatpuluh lima.."

"Empatpuluh enam.."

"Empatpuluh tujuh.."

Dibawah matahari yang terik nyaris membakar kulit, Naresh dijemur kayak teri bersama barisan siswa lain yang ketahuan bolos upacara. Pak Budi terus menghitung sambil patroli dengan penggaris kayu ditangan. Seolah benda itu siap menggetok kepala siapa saja yang hendak kabur.

Naresh mendesis ngilu, punggungnya yang luka terkena kaca tempo hari jadi makin perih kena keringat. Jiwa-jiwa magernya pun mendorong Naresh buat menjatuhkan dada ke lantai, napasnya terengah.

Pak Budi menotic, langsung teriak. "NARESHWARA!! KAMU LANJUT PUSH UP ATAU JOGET DIDEPAN SINI SELAMA 1 JAM!!"

Naresh mengumpat lirih lalu balik push up lagi. Seragamnya basah keringat, peluh turut bercucuran di wajah. Menjadi pemandangan menyegarkan dimata para kakak kelas yang nonton dari balok atas.

Dek! Kabur aja dek kabur!

Sakha mau minum nggaaaaa???

Pak Budi! Jangan galak galak dong sama berondong kesayangan kitaaa!

Iya nih kejam banget deh!

Semangaaaaat Nareshwara~

Kira-kira begitulah celetukan-celetukan yang terdengar dari para kakak kelas yang menggandrunginya.

Usai disuruh push up, mereka diceramahi ditengah lapangan basket. Naresh menunduk, walau dalam hati mencaci maki pria tua berbadan tambun yang sok sangar itu.

Lihat saja Naresh akan balas dendam jika ada kesempatan!

Naresh kembali ke kelas sambil bersungut-sungut. Seolah setiap langkah yang dia ayunkan menyiratkan dendam kesumat. Tadi pagi dia memang kabur pas upacara, sialnya, pas Mamat dan Pak Budi operasi dirinya ketangkap. Tiga cecunguk laknat itu berhasil kabur dengan menumbalkan dirinya.

Sialan!

Niatnya sih mau ngamuk ke mereka bertiga, tapi pas sampai dikelas, semua orang malah ngelihatin dia dengan tatapan mengiba. "JUNED! SINI LO NJING!"

"BIRU LO GAUSAH CENGAR-CENGIR!" Naresh melotot sangar.

"Lo juga, Ko! Gausah berlagak nggak berdosa muke lo!"

Juna nggak merasa terancam, malah mendekati dirinya dengan wajah prihatin. "Res, lo diapain sama, Pak Budi?"

Karina ikutan mendekat. "Eh, sumpah, kekerasan sama murid tuh bisa kena pasal kan, ya?"

Naresh clingak clinguk tolol. Dia nggak ngerti nih teman-temannya ngomongin apa. "Gue nggak nyangka Pak Budi sekejam itu sama lo, Yang." Deniar ikut geleng-geleng. "Sabar, ayangku."

"Lu mau gue jejelin sepatu sekalian, Den?" Suara Naresh mengundang gelak tawa Deniar.

"Wah, kita harus bikin petisi abis ini, dah nggak bener kelakuan!" Robi mengompori.

Geri ikut nimbrung. "Petisi apaan?"

"Turunkan harga whiskas!"

"Dasar bucing." Karina menyentak.

Rama, dengan dua kaki dibiarkan bebas diatas meja, mulut mengulum permen kaki, geleng-geleng. "Parah, sih, ugh!"

"Lo ngomong apasih? Gue tuh lagi kesel! mau ngamuk! kok malah pada prihatin?!"

Gia menggidikan dagu kearahnya. "Punggung lo berdarah tuh, nembus ke seragam, lo abis digebukin apa gimana sih, Res?"

Naresh langsung konek, lalu mengecek lewat pundak. "Shit!" Seragamnya penuh bercak darah, merembes dipunggung.
Penampilannya kayak habis digebukin masal. Pantesan pas dia jalan kesini tadi pada ngelihatin. "Tisu tisu." dia langsung menangkap tisu yang dilempar Gia.

Winter  ✓ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang