12. Dia

1.4K 224 15
                                    

Dengan handuk terlilit di pinggang Naresh berderap menuju lemari.
Usai berpakaian, Naresh mengusak rambutnya yang lembab sambil mengetik pesan buat Winter. Kemarin cewek itu bilang mau nebeng sebab motornya masuk bengkel gara-gara Gisel.

Naresh geleng-geleng, dia memang tidak tahu gimana kronologinya tapi yang jelas tiada yang mampu menandingi ke bar-bar an Gisel didunia ini. Kenapa Naresh bisa tahu? Winter sering cerita.

Naresh mencomot hoodie dari lemari. Usai memakainya dengan benar dia menyampirkan tas dibahu tak lupa menyelipkan Hp ke saku celana sebelum ngacir ke lantai bawah.

"Sarapan."

Naresh menarik kursi, menaruh setangkup roti ditangan lalu melahapnya besar-besar. Jessica sampai meliriknya. "Nana, pelan-pelan makan--Tuh kan! Dibilangin juga apa!"

Jessica buru buru menggeser gelas susu miliknya yang direspon Naresh dengan wajah jijik. "Ohok-ohok-ohok!"

Naresh menepuk-nepuk dadanya sendiri dengan wajah tersiksa. Dengan mandiri dia menuang segelas air putih ke gelas kosong sebelum menenggaknya kasar. Beberapa detik setelahnya baru bernapas lega.

"Pelan pelan kek, serobotan banget. Lagian masih jam segini buru buru. Mau ngapain, sih?"

"Biarin." Naresh menyahut tengil sebelum bergeser dari kursinya dan menuju ke dapur menemui Bunda. Usai berpamitan tak lupa meledek Jessica, Naresh meluncur kerumah Winter guna menjemput cewek itu.

Naresh sebetulnya rada was-was berkeliaran di blok rumah Winter yang mana satu kawasan dengan pos ronda tempat dia pernah memecahkan kaca warga. Tapi kejadiannya kan sudah lama dan (mungkin) tidak ada yang tahu, jadi Naresh pikir aman aman saja.

Sesampainya di depan gerbang rumah Winter, Naresh membunyikan klakson dua kali sebagai tanda kedatangannya. Dia menunggu sambil bersenandung pelan, namun sampai 7 menit Winter belum juga keluar.

Akhirnya Naresh pun turun dari motor dan melihat melalui celah pagar. Mereka sudah bersahabat belasan tahun, tapi bisa dihitung jari dia main kerumah Winter, saking jarangnya. Lebih sering Winter yang main kerumahnya.

Terlihat seorang gadis berkuncir kuda dengan seragam putih biru khas anak SMP tengah duduk diteras. Naresh segera melambaikan tangan sambil teriak. "Lala!"

Pemilik nama mengangkat wajah kaget. "Mas Naresh?"

"Winter masih lama, ya? Bukain dong Mas mau masuk."

Lala sempat mematung sejenak sebelum kembali sadar dan menggeleng kecil. Usai mengikat tali sepatunya dia berderap masuk, membiarkan Naresh cengo didepan pagar. "Buset! nggak dibukain malah kabur."

Tak beberapa lama, Winter keluar dan berjalan sambil menenteng helm menuju pagar. Naresh sudah siap melontarkan protes habis-habisan karena menunggu lama namun batal saat melihat jejak basah disekitar mata Winter.

"Ter?"

"Jalan."

"Wait." Naresh menahan lengan Winter, dia merunduk menatap lekat wajah cewek itu yang berusaha menghindar. "Lihat sini coba."

Winter buang muka.

"Cassie? Lihat gue." Naresh bersuara pelan. "You okay?"

Winter bungkam, justru mengusap sudut matanya dengan gerakan sewot. Wajahnya enggan menatap balik Naresh memicu Naresh makin mendekat. "Lo sedih gara-gara motor lo masuk parit?"

"Apasih."

"Terus kenapa nangis, hm?" Naresh menangkup wajah Winter, menghapus jejak air matanya dengan ibu jari. Kedua mata pemuda itu menyorot penuh perhatian. "Mau bolos aja hari ini? Gue temenin." Lanjut mengelusi pipinya.

Winter  ✓ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang