Kepalanya terlempar ke kanan dan kiri gelisah. Bibirnya merintihkan nama seseorang. Hingga beberapa detik kemudian kedua matanya terbuka, menampilkan langit-langit kamarnya. Napasnya memburu. Jantungnya berdegup tak beraturan.
"Non Cassie mimpi buruk lagi?" Suara Bibi. Wanita tua itu mengelap dahi Winter yang berkeringat. "Demamnya belum turun, non. Apa ndak mau ke rumah sakit saja bibi antar?"
Winter menggeleng lemah, kembali memejam karena kepalanya berdenyut. Setiap kali sakit, Winter selalu dihantui mimpi mengerikan.
Jika dulu ada yang akan menemaninya sepanjang malam, kini dia menemukan dirinya bangun sendirian. Yah, seenggaknya masih ada bibi.
"Non Cassie?"
"Ini jam berapa, Bi?" Winter bertanya dengan suara serak dan pelan.
"Jam satu, non. Bibi buatin bubur ya? Sama nanti minum obat lagi."
Winter mengangguk, seraya menarik selimut. Badanya terasa menggigil. "Dikit aja, Bi."
Bibi tersenyum lalu keluar. Nggak berselang lama, terdengar ketokan di pintu. Winter mengrenyit dengan mata terpejam. Kalau itu bibi harusnya kan dia langsung masuk nggak usah pakai ketok? Dia hanya berdua dirumah. Papi nya, Ibu Betta dan Lala pergi keluar kota.
Winter teriak. "Masuk.."
Terdengar derit pintu yang dibuka lalu kemudian ditutup. Kedua matanya masih terpejam ketika langkah orang itu perlahan mendekat, Winter merasakan kasurnya berdecit pelan pertanda orang itu duduk disana. Aroma parfum familiar langsung menyapa hidung.
Hening sejenak, sampai..
"Yah, sakit beneran, padahal mau gue ajak jalan-jalan godain bencong."
Suara itu?
Winter spontan membuka mata lalu menghela napas. Wajah Naresh kembali mengingatkan nya pada mimpi buruk tadi.
"Etdaaah! Pucet banget muka lo, kayak vampir." Naresh meraba dahi Winter lalu berdecak. "Pake demam lagi, gak asik, ah."
Winter menarik guling buat dipeluk. "Emang gue minta sakit begini?"
"Gue kan jadi nggak tega mau ngejahilin, padahal udah nyiapin rencana buat nge-prank elu."
"Gausah ngadi-ngadi." Kakinya mendorong bokong Naresh yang berakhir ditarik ke pangkuan cowok itu lalu dipijat.
"Kecapekan ya?"
"Emang udah jatahnya sakit aja."
"Bisa sakit juga lo."
"Gue manusia biasa."
"Oh, gue pikir setan."
"Setannya kan elu."
"Iya, kaaaaah?" Naresh memasang wajah menyebalkan yang langsung ditimpuk bantal sama Winter. "Aduh! Lo tuh lagi sakit ya, gausah nyebelin. Gue jitak sini pala lu."
"Bodo."
Tanpa menyingkirkan kaki Winter dari pangkuannya, tangan Naresh terulur menggapai kue kecil yang dia bawa.
"Ta-daa! gue bawain kue, sengaja gak gue pakein lilin karena lo gak suka tiup lilin. Rasa matcha loh! Kesukaan lo." Naresh memainkan alis tebalnya genit.
"Happy birthday, Cassie!"
Winter bergeming, menatap kue tadi tanpa minat. Memicu Naresh merengek. "Responnya dooong, nggak asik banget lo!"
"Lo tau gue nggak suka ngerayain ultah."
"Iye tau, tapi senyum dong, jangan nyolot gitu mukanya." Naresh menarik kedua sudut bibirnya. "Kayak gini, nih."
KAMU SEDANG MEMBACA
Winter ✓
Humor(Completed) "Ter, menurut lo kenapa ayam tuh dikasih nama ayam? Kenapa nggak sapi aja atau.. kudanil gitu?" "Kalau gue gorok leher lo sekarang, kira-kira lo mati apa nggak napas aja, Na?" Nareshwara itu tinggi ✅ Ganteng ✅ Suaranya bagus ✅ Jago gom...