37. My painkiller

1.1K 159 10
                                    

"Lo mau apasih?! Pulang sana!"

Jeriko bergeming, tetap duduk diam diatas motor hitam miliknya dengan helm yang sudah dilepas lalu dicantelkan ke stang motor. "Nggak, sebelum lo ngaku." jawabnya sambil tersenyum manis.

"Ngaku apasih, Jer?! Buruan balik! Lo mau di panggang sama ketiga abang gue kalau ketahuan?!"

"... kayaknya gue nggak akan dipanggang sendirian, sih."

"Jer, plis, pulang, oke? Lo dengerin gue sekaliiiii ini aja, ya? Pulang, plis!" Karina menyatukan kedua tangannya didepan dada, memohon dengan wajah cemas. Sesekali melirik was-was ke area rumah takut-takut salah satu abangnya keluar dan menciduknya disini.

"Nggak, ah, pengen disini."

"Jer.." Karina sampai memohon. "Plis!"

"Ngaku dulu, lo kan yang bawa gue pulang dari club?"

"..."

"Diam berarti iya."

"Yakali gue-"

"Darling, kata orang bohong itu dosa."

"Gue nggak bohong!"

"Tapi tidak jujur."

"Gue ngomong apa adanya!"

Jeriko memainkan lidahnya dipipi bagian dalam, lantas berdiri dengan kedua tangan tenggelam dalam saku, menatap Karina lekat. Karina refleks mundur saat Jeriko mencodongkan badan, tersenyum miring. "Apa perlu gue tanya sendiri sama abang lo, hm?"

"Gausah gila!"

Karina menahan napas saat Jeriko mendekatkan bibir ketelinganya. Parfum cowok itu tercium kuat disekitarnya. "Tinggal jawab iya, sesusah itu kah?"

"Nggak."

"Gue butuh jawaban jujur."

"Nggak!"

"Lo tau bukan itu yang mau gue denger."

"Gue ngomong jujur, bukan apa yang mau lo denger!" Karina menyentak kesal. "Mending lo pulang sekarang, gausah ngerecokin gue."

"Kalau nggak?" Jeriko menjilat bibir bawahnya yang kering.

"Gue bakal teriak maling."

Cowok itu terkekeh, seolah kata-kata Karina terdengar seperti lelucon. "Teriak aja, menurut lo mereka bakal berasumsi gimana kalau liat anak gadis berduaan sama cowok di jam segini, Darling? Mana ditempat sepi.. remang-remang.. apapun bisa terjadi."

Pilihan bodoh mengancam seseorang seperti Jeriko, sebab dia nggak pernah merasa tergertak dengan ancaman apapun malah membalikkan situasi untuk memojokkan seseorang.

Karina nggak mengerti dengan jalan pikiran cowok itu yang dengan gilanya datang kemari, pukul 9 malam, dan memaksa bertemu atau dia akan nekat mengetok pintu dan menemuinya secara langsung.

Anggap Karina pengecut, karena dia lebih memilih turun dan menemuinya secara diam-diam, daripada harus menanggung sidang dadakan dari ketiga kakaknya, yang mungkin nggak akan kelar sampai pagi menjelang.

Setelah tarikan napas yang amat panjang dan berat, dia berkata. "Ya."

"Ya?"

"Gue yang mulangin lo dari bar." Dengan ogah-ogahan Karina menjawab.

Winter  ✓ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang