"Mau kemana malam-malam begini?"
Karina spontan ngerem mendadak saat suara berat diikuti langkah kaki terdengar. Karina berbalik lalu nyengir pada Lingga, abang nomor 3.
"Anu, itu charger aku ketinggalan dirumah Winter mau aku ambil."
"Pake punyaku, tipe nya sama kan?"
"Hapeku susah nyoloknya kalau bukan pake charger ku sendiri bang."
"Yaudah abang anterin."
Karina kelimpungan. "Nggak, aku bisa sendiri. Abang baru pulang dari kampus pasti capek, istirahat aja, oke? Aku udah pesen ojol kok."
"Bener?" Karina mengangguk kencang. "Tapi habis ambil langsung pulang ya, jangan mampir-mampir."
"Pasti!" Karina tersenyum meyakinkan sebelum dirinya naik ke boncengan ojol yang kebetulan sudah menanti.
Karina bohong. Dia nggak betulan mau ambil charger kerumah Winter melainkan menuju ke alamat sebuah bar yang dikirimkan seseorang padanya beberapa menit lalu.
Demi apapun, Karina sebenarnya ogah ribet kayak gini apalagi sampai nekat berbohong pada abangnya--yang mungkin bakal menimbulkan masalah fatal kalau sampai mereka tahu--tapi dia terpaksa melakukannya.
Sekitar 10 menit lalu seseorang menelpon. Seorang bartender yang menginformasikan kalau Jeriko mabuk dan terus meracaukan namanya. Dia bahkan sempat mengamuk disana. Awalnya, Karina mau bersikap masa bodoh. Toh, Jeriko bukan siapa-siapa, dan Karina nggak merasa punya tanggung jawab atas itu.
Tapi lama-lama dia jadi kepikiran. Terlepas dari sikapnya yang sering bikin Karina jengkel, dia tetap nggak bisa mengenyampingkan hatinya. Mereka punya sejarah sendiri dimasalalu yang.. jujur saja, sedikit membekas diingatan Karina.
Kadang, Karina merasa sikap Jeriko tuh nggak adil padanya. Jeriko yang ngajak dia kenalan. Jeriko yang membuat mereka dekat. Dan sesederhana itu saja Karina sayang Jeriko.
Ini rahasia, jangan sampai dia tahu.
Lalu ketika Karina mulai ingin menetap, Jeriko memutuskan pergi. Gimana dia nggak kesel coba? Dan sekarang, dia bersikap seolah nggak pernah melakukan kesalahan.
Istilah jaman sekarang nya sih, Karina;
"ditinggal-pas-lagi-sayang-sayangnya"Nomor terakhir yang ada di log panggilan adalah namanya. Kalau Jeriko kenapa-napa, dia dong yang bakal dituduh pertama? Sebab, dari pengalaman masa lalu, dalam keadaan setengah sadar, Jeriko sering menyeret dirinya dalam bahaya. Entah melukai diri atau dengan sengaja menabrakkan mobilnya ke pohon.
Gila, memang.
Sesampainya disana, dia clingukan cemas. Bukan karena khawatir keadaan Jeriko, melainkan kikuk karena beberapa pasang mata menatapnya terang-terangan. Bahkan beberapa lelaki berumur terlihat hendak mendekat dengan senyuman nakal.
Karina mencoba cuek dan meneruskan langkah.
Dia pusing karena bau alkohol, parfum dan keringat orang-orang bercampur jadi satu. Dentuman musik menggema dengan keras yang mana adalah sesuatu yang nggak Karina sukai.
Lalu matanya menangkap cowok berjaket hitam yang menempelkan kepalanya di meja bar sementara tangannya menggenggam lunglai gelas minuman.
Karina mendekat, lalu menepuk pundaknya. "Jeriko?"
Pemilik nama mengangkat wajah. "Mmm?" Matanya menyipit, mencoba mengenali sosok disebelahnya. Jarinya berputar-putar didepan wajah, lalu terkekeh.
"Hm?" Jeriko tersenyum dengan mata terpejam. Wajahnya merah tipsy. Dia susah payah duduk dan nyaris oleng jika Karina nggak segera memeganginya. "Kangen aku ya? Ahh, senangnyaa.."
KAMU SEDANG MEMBACA
Winter ✓
Humor(Completed) "Ter, menurut lo kenapa ayam tuh dikasih nama ayam? Kenapa nggak sapi aja atau.. kudanil gitu?" "Kalau gue gorok leher lo sekarang, kira-kira lo mati apa nggak napas aja, Na?" Nareshwara itu tinggi ✅ Ganteng ✅ Suaranya bagus ✅ Jago gom...