Segalanya sudah berakhir.
Pencarian dihentikan sepenuhnya.
Ayura hanya bisa tersenyum getir tat kala menatap dua figura anak lelaki yang sangat dia sayangi terpajang disana. Masih belum menyangka, kedua anak yang dia saksikan bagaimana mereka tumbuh bersama, kini berdampingan bersama karangan bunga dalam suasana penuh duka.
Tak ada lagi barang secercah saja harapan didalam pencarian. Kabut tebal, kondisi lereng curam, dan cuaca buruk sepanjang waktu, menyirnakan segala harap yang di panjatkan.
Hingga titik leleh itu berujung pada putus asa. Halusinasi dan harapan bertarung untuk menerima.
Kini tidak akan ada lagi gerutuan manja yang akan mengusik telinganya. Tidak ada lagi ocehan yang akan menuai cibiran penghuni rumah. Toples toples berisi kukis itu juga akan tetap penuh, sebab, penyuka nomor satunya sudah tidak ada lagi.
Jessica menatap sekeliling rumah dengan sorot nanar.
Sementara Yasmin hanya terduduk dengan sorot hampa bersama Garta dan Rendra. Suasana begitu berkabung.
Ditengah sepi yang mencekik dan suara tangis lirih yang merambat lewat udara.
Jejak kehadiran adiknya terasa dimana-mana. Melekat pada setiap sudut rumah, pada setiap anak tangga yang selalu dia pijaki, pada setiap alat makan dan gelas gelas yang ia sentuh. Pada setiap jengkal ruang di rumah ini.
Suara tawanya. Senyum jahilnya. Tingkah usilnya. Gerutuan kesalnya. Segalanya masih membekas dalam bayang-bayang yang lesap dan menjelma serupa belati yang mampu menikam setiap lapisan di dada Jessica. Menusuk pelan namun dengan luka yang dalam.
"Kak,"
Jessica menatap Raga, yang kemarin tiba hanya untuk menyambut duka lalu memeluknya. Bahu kokoh itu kini bergetar hebat. "Bilang ke gue kalau ini cuma mimpi, Kak.."
"Engga, Raga." Tangis Raga mengencang dan diliputi pedih. Jessica memeluknya lebih erat. Persis seperti dulu ketika adiknya ini takut saat disuntik.
"Kalau ini cuma mimpi gue mau bangun secepatnya!" Raga terisak seperti anak kecil. Jessica hanya mampu mengusap bahunya, sebab, hanya itu yang bisa dia lakukan ketika dirinya sendiri tengah hancur.
"Udah, Ga-"
"Bangunin gue, Kak!" Raga berteriak keras. "Pukul gue! Tonjok muka gue sekarang juga! Kalau perlu tampar gue sekeras-kerasnya supaya gue bangun!!!" Raga mengarahkan tangan Jessica untuk memukul kepalanya yang langsung disentak dengan kasar. "Pukul, kak! Pukul gue!"
"SADAR RAGA!" bentak Jessica dengan sorot penuh derita. "LO GAK LAGI MIMPI! INI BUKAN MIMPI! ADIK LO NGGAK ADA!! NARESH PERGI NINGGALIN KITA SEMUA!!!!!!!"
"Adik kita udah pergi, Raga.." Jessica mengguncang bahu Raga dengan sorot paling pilu yang pernah Raga lihat. "Nana nggak ditemukan, Nana nggak ada.."
Raga mengumpat sambil merenggut rambutnya frustrasi. Tangisnya belum mereda. Dia sampai kesulitan bernapas. "Nggak--n-nggak kak!"
Dia teringat hal-hal kurang baik yang selama ini dia lakukan pada adiknya. Sengaja mengerjainya, memperbudaknya dan meledeknya habis-habisan.
Tapi adiknya tidak pernah marah meskipun balik membalas dengan cibiran yang menohok. Kini, Raga merindukan pertengkaran kecil mereka yang mungkin tak bisa mereka ulang lagi.
Raga memilih pergi dari sana. Mengabaikan seruan Ayura dan Rendra yang memanggil namanya. Yasmin hanya menatap tanpa mengucap sepatah kata apapun. Sebab, segalanya terasa pahit untuk diterima.
Garta mendekat lalu mengusap-usap bahunya. Menenangkan jiwa yang tengah terguncang. "Jessica, look."
Jessica bergeming kala Garta menghapus bawah matanya dengan ibu jari lantas menariknya dalam rengkuhan. "Aku ditinggal adikku, Garta.."
KAMU SEDANG MEMBACA
Winter ✓
Humor(Completed) "Ter, menurut lo kenapa ayam tuh dikasih nama ayam? Kenapa nggak sapi aja atau.. kudanil gitu?" "Kalau gue gorok leher lo sekarang, kira-kira lo mati apa nggak napas aja, Na?" Nareshwara itu tinggi ✅ Ganteng ✅ Suaranya bagus ✅ Jago gom...