Hari berikutnya, seperti biasa Naresh bergaya berangkat ke sekolah. Walau yah, disana nanti dia nggak benar-benar serius belajarnya.
Yang penting niatnya dulu, ye khan.
Urusan lain-lain mah, bisa belakangan.
Sesampainya di area sekolah, Naresh nggak langsung masuk gerbang melainkan mampir ke warung Teteh Ocha dulu. Sekalian parkir motor.
Ketika sudah mepet jam masuk, Naresh baru beranjak dari sana.
Naresh ngunyah tempe mendoan, berdiri di tepi jalan hendak menyeberang ketika dia melihat ke sisi kanan dan menemukan adik kelasnya yang hendak menyeberang juga.
Gadis berkerudung itu kelihatan gugup dan kikuk. Beberapa kali hendak maju tapi mundur lagi karena lalu lintas yang padat pagi ini. Naresh tolah toleh, Mamat a.k.a satpam garang yang biasa menyeberangkan siswa, nggak kelihatan batang hidungnya. Padahal Naresh lagi kangen isengin beliau.
Melahap potongan mendoan, Naresh bergeser agak kanan, tapi masih cukup berjarak dari gadis itu. Dia toleh kanan kiri, mengecek laju kendaraan sesekali mencuri lirik ke arah gadis itu sebelum maju dan menyeberang. Naresh tersenyum kecil saat gadis itu mengikutinya dan ikut menyeberang. Dia ikut berhenti saat Naresh berhenti dan kembali jalan lagi saat Naresh meneruskan langkah.
Wajahnya kelihatan lega saat sampai di sisi jalan. Dia sempat melirik sungkan ke arah Naresh yang direspon senyuman. Gadis berkerudung itu kelihatan mau mengatakan sesuatu tapi batal, memilih meneruskan langkah memasuki gerbang Mandala.
"Lucu banget jadi pengen punya adek cewek." Naresh terkekeh seraya membenarkan letak tas dipundak kiri.
*
"Loh, bukannya Jum'at an malah mesra-mesraan disini ya kalian berdua."
Naresh nyengir, seketika bangkit dari posisi rebahan santuy di paha Rama lalu duduk. Rama turut menurunkan salah satu kakinya, mem-pause game saat sosok pak Hakim muncul sambil membenarkan kacamata nya yang melorot.
"Lagi datang bulan, Pak." Naresh ngasal.
"Halah kamu ini, mana ada laki-laki bisa datang bulan."
"Dia sebenarnya cewek, Pak." Gia menyela dari ambang pintu kelas, sambil ngunyah cilok. "Buka aja kalau nggak percaya."
"Kamu pernah liat punyanya Sakha, Gracia?"
Gia langsung keselek cilok bikin tawa Naresh pecah seketika. Pak Hakim berlalu sambil geleng-geleng saat Gia melempar kepala Naresh dengan botol plastik. "Mau liat punya gue nggak, Ya!!"
"BERISIK!!"
Naresh ngakak lagi saat Gia melipir kedalam kelas dengan bersungut-sungut. Rama nyaris menyumpal mulut berisik Naresh dengan sepatu ketika suara benda jatuh bertubrukan, disusul pekikan halus terdengar. "Aw!" Naresh ikut menoleh, kaget. Mata Rama kontan membelalak saat melihat Suci ndeprok di lantai dengan buku lks berceceran.
Seketika, Rama bangkit lalu menggertak dengan nada nggak santai. "Gak punya mata lo?!"
Naresh buru-buru menahan Rama saat hendak menghabisi cowok yang bikin Suci jatuh. "Kalem, koh, kalem.." Naresh mengkode anak itu supaya pergi jika nggak mau jadi daging cincang disini. Usai meminta maaf pada Suci, cowok itu menjauh yang langsung dapat tatapan setajam laser dari mata Rama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Winter ✓
Humor(Completed) "Ter, menurut lo kenapa ayam tuh dikasih nama ayam? Kenapa nggak sapi aja atau.. kudanil gitu?" "Kalau gue gorok leher lo sekarang, kira-kira lo mati apa nggak napas aja, Na?" Nareshwara itu tinggi ✅ Ganteng ✅ Suaranya bagus ✅ Jago gom...