55. Everything okay?

1.4K 198 59
                                    

Tepat hari ke lima, mereka memutuskan pulang. Usai berkemas dan menaruh semua barang-barang dibagasi, mereka bergegas meninggalkan Villa.

Sebelum benar-benar pulang, mereka menyempatkan mampir ke kebun teh dulu. Letaknya tidak jauh dari Villa, hanya sekitar 15 menit dari sana.

Tiba disana, mobil pertama yang diisi Rama, Juna, Biru, Gisel dan Nata sudah berpencar duluan. Mereka bikin mini vlog gitu, Juna yang ngide. Katanya buat kenang-kenangan suatu hari nanti.

Sementara itu, Winter dan Naresh turut menyusul dibelakang. Sesekali mereka ikut nongol di kamera Juna, menampilkan wajah kocak satu sama lain sebelum melipir ke arah lain.

Pemandangan hijau sejauh mata memandang begitu memanjakan mata

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pemandangan hijau sejauh mata memandang begitu memanjakan mata. Udaranya sangat segar, sebab terbilang masih pagi. Sangat menenangkan dan damai.

Naresh dan Winter berjalan bersebelahan sesekali berbincang tentang sesuatu lalu tertawa ketika mengingat kejadian lucu. Tapi langkah mereka terhenti saat Naresh tiba-tiba menunduk sambil memegangi dada.

"Na?"

Winter khawatir, sebab, sejak kemarin, kondisi fisik Naresh menurun drastis. Tubuhnya menghangat dan tidak napsu makan.

"Gue nggak apa-apa." Tidak. Bahkan dadanya terasa seperti dihimpit sekarang.

"Beneran?"

Naresh meneruskan langkah. Gerak geriknya sangat aneh. Jadi Winter berjalan sambil memegangi lengannya, takut Naresh tiba-tiba ambruk atau apa. "Mmmhh."

"Istirahat dulu, mau nggak? Muka lo pucat banget sumpah."

Langkahnya terhenti.

"Ahh," Naresh mendesah pelan seraya menekan dadanya yang semakin sesak.

"Tuh, kan." Winter langsung menariknya duduk dibawah pohon.

Melihatnya yang mulai kesulitan bernapas. Winter sigap merogoh tas dan mengangsurkan inhaler padanya. Naresh buru-buru menempelkan benda itu ke mulut lalu ditekan beberapa kali dengan tangan gemetar.

Terus ditekan, seraya mengatur napas.

Winter mengusap-usap bahunya sesekali ditepuk lembut dengan harapan bisa sedikit mengurangi rasa sakit di dadanya. Napas Naresh mulai teratur dan perlahan sesaknya mereda.

Dia batuk-batuk, sigap meneguk air mineral yang disodorkan Winter. Setelahnya memejam, bernapas pelan-pelan.

"Udah enakan?"

Naresh mengangguk. Kembali melanjutkan jalan.

"Malah cengengesan." Winter menyudul dahinya dengan dua jari sebelum menariknya jalan lagi. "Jangan semaput disini, gue gak kuat gendong lo."

Naresh merangkulnya lalu berjalan dengan sedikit tersendat. Winter kesal karena Naresh tidak memperhatikan kesehatannya malah seenaknya sendiri.

"Marah, ya?" Naresh menoel noel dagunya, langsung ditepis. Bibirnya manyun. "Dari kemarin emang udah kambuh. Gue cuma kecapekan."

Winter  ✓ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang