18. Itu, anak aku..

1.3K 186 4
                                    

Dengar Winter ngomong begitu Naresh langsung nggak bisa mikir apa-apa selain kalang kabut balik ke kantin.

Naresh yakin dia nggak mampir kemana-mana selain ketempat itu. Yang jadi masalah disini adalah, dia lupa dimana tepatnya dan kapan dia meletakkan kamera itu. Tahu-tahu pas balik ke lapangan, kamera itu sudah nggak ada.

Semoga saja masih ada manusia baik dunia ini yang sudi menyimpan dulu kameranya dan nggak mencurinya. Walau Naresh nggak yakin sih. Jangankan kamera, pulpen saja yang ditaruh dimeja, ditinggal nengok bentar sudah lenyap.

Duh.

Puyeng.

Kalau kamera itu betulan hilang bukan hanya Winter yang akan mogok ketemu dengannya tapi orang rumah mungkin bakal membakarnya hidup-hidup sepulang dari sini. Bahkan Jessica dan Raga bakal repot-repot terbang dari Chicago dan Sydney buat ikut melaksanakan ritual keji itu.

"Buk, sekitar 10 menit lalu saya beli roti sama le mineral disini. Ibu liat kamera saya nggak?"

"Kamera? Yang buat moto moto itu kan ya?"

Naresh mengangguk semangat, mendapat secercah harapan. "Iya iya yang itu! Ibu lihat nggak?"

Ibu kantin mengerenyit sejenak, seperti tengah mengingat. Naresh sudah ketar-ketir sendiri menunggu. Lama banget buset!

"Yang biasanya warna item itu kan?"

"IYA."

"Gede nya segini?" Ibu kantin memperagakan.

"BISA JADI." Naresh geregetan.

"Biasanya kalau dipake bunyi 'cekrek' gitu kan?"

"IYA!"

Kok jadi tebak tebakan sih?!

"Itu kok bisa ya bunyinya gitu?"

Naresh pening, nyaris emosi. "Saya nggak tau Buk, bukan saya yang bikin saya cuma beli." Ujarnya letih. "Ibu lihat enggak kamera saya?"

"Kamera kamu?"

"Iya, Ibu liat nggak? Atau barangkali ada yang ngambil?"

"Loh, kamu punya kamera gituan toh?"

"Iyaaaa, Ibuuuu." Naresh mencoba sabar walau hasrat ingin melempar kursi dengan sepenuh emosi sudah menggelora sejak tadi.

"Ohhh.. enggak, Mas."

Bangke.

TERUS KENAPA NGGAK NGOMONG DARI TADI?!

Apakah Naresh mengatakan itu secara terang-terangan? Oh tentu saja tidak.

Tidak pemirsa sekalian.

Naresh cuma tersenyum masam dan mengucapkan terimakasih sebelum melipir ke salah satu bangku kantin. Menarik kursi dengan sewot, lalu mendengus. Dia menumpukan siku ke meja seraya meremas rambut, persis boss perusahaan yang dilanda bangkrut massal.

Kalau kata Rama ini namanya; JANCOOOOOOKKKK





*





Karina lagi jalan sendirian. Usai membaca chat Gisel tadi dia langsung bergegas menuju lapangan indoor buat nonton pertandingan Winter. Pas mau turun lewat tangga, Karina langsung ngerem mendadak.

Buset.

Jeriko dan kacung kacungnya memboikot anak tangga sampai sepanjang koridor timur. Dari ujung ke ujung penuh sama mahluk mahluk berperawakan tinggi nan tegap itu. Jangan lupakan dandanan urakan mereka yang lebih mirip preman pasar daripada budak sekolahan.

Winter  ✓ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang