10. SEBUAH PELUKAN

9.9K 1.2K 38
                                    

PLAK!

"BIKIN MALU KAMU ATLANTIK!! LAGI DAN LAGI KAMU BERULAH!"

Sehabis menampar, Abrisam lanjut memarahi. Gara-gara insiden di kantin tadi siang, Abrisam dipanggil selaku wali dari Atlantik. Karena tindak kekerasannya, pihak sekolah menjatuhkan hukuman skors selama 1 Minggu, tidak hanya itu, Atlantik juga diberi surat peringatan dan ancaman. Jika Atlantik berulah sekali lagi, dia akan di depak secara tidak terhormat dari SMA Uranus.

"MAU JADI APA KAMU, HAH?! MAU JADI BERANDALAN?! TIDAK BERPENDIDIKAN?!! IYA!!" Abrisam yang kelewat emosi, menarik kerah seragam Atlantik dan menampol terus kepala sang anak.

Atlantik diam membeku, menerima dengan lapang dada semua makian, bentakan, dan tindak kekerasan sang papah. Atlantik benar-benar muak, dia sudah diintrogasi dan diceramahi oleh kepala sekolah dan para guru di kursi panas dan sekarang? Papahnya sendiri membuat kepala Atlantik pecah rasanya.

"SEHARUSNYA DARI DULU, PAPAH BUANG KAMU! DASAR, ANAK YANG HOBI BIKIN MALU!" Abrisam menghempaskan tubuh Atlantik hingga menyentak tembok.

Abrisam benar-benar tak peduli, bahwa ini masih di area sekolah. Amarahnya sudah menyeruak dan Atlantik adalah orang yang lagi dan lagi memicu akan itu. Tak lama berselang, Samudra tiba-tiba datang. Ia berlari dari ujung ruang, memanggil sang papah, dan berusaha memenangkan sesaat sudah sampai di hadapan.

"Lihat Atlantik, lihat adik kamu! Dia membanggakan papah! BERBEDA DENGAN KAMU!" tunjuk Abrisam pada Atlantik.

"Gak sudi papah akui kamu sebagai anak, cih!" Abrisam membuang ludahnya tepat ke kaki Atlantik.

"Udah Pah, malu banyak murid disini, kasian Atlantik," tegur Samudra.

"Biarkan saja, Sam! Biarkan para murid tahu, bahwa papahnya Atlantik, tidak sudi menganggap Atlantik lagi sebagai anak!" Abrisam malah semakin menjadi-jadi. Melangkah mendekat, dan menoyor kepala Atlantik berkali-kali.

"Anak tidak berguna, bikin malu, berandalan, bodoh, pembangkang, mati aja kamu!" maki Abrisam.

"Mau jadi apa kamu nanti, hah?! Gimana kalau Skala laporin kamu ke polisi?! MAU KAMU DIPENJARA?! ATLANTIK!"

Kedua tangan Atlantik terkepal kuat. Rasa ingin membogem wajah Abrisam begitu menggebu.

"BENER-BENER ANAK GAK GUNA KAMU!" sebut Abrisam keras.

Tanpa keluarga kecil itu tahu, di pilar tembok Alea sudah menangis karena melihat Atlantik diperlakukan seperti itu. Baru kali ini, Alea melihat Atlantik tak berdaya.

"PAPAH MENYESAL MEMBESARKAN KAMU! SEHARUSNYA PAS KAMU LAHIR, PAPAH BUANG KAMU!"

BUGH!

"ATLANTIK!" Samudra terpekik, saat Atlantik melayangkan bogeman mentah pada Abrisam.

Pria setengah baya itu ambruk, darah mengucur deras dari hidungnya. Mata Atlantik terbelalak sempurna, dadanya naik turun menahan emosi yang begitu meluap tinggi di dada.

"ANDA PIKIR, SAYA MAU JADI ANAK ANDA?! ANDA PIKIR, SAYA MAU DILAHIRKAN DENGAN TAKDIR SEORANG PAPAH SEPERTI ANDA?!" Semua rasa sesak di dada, yang Atlantik yang tahan sedari tadi akhirnya keluar.

Sorot mata Atlantik begitu berkobar, menatap Abrisam yang kini sudah berdiri dibantu Samudra.

"KALAU SAYA BOLEH MINTA, SAYA LEBIH BAIK TIDAK PERLU DILAHIRKAN KE DUNIA!" imbuhnya dengan sorot mata berkaca.

"At, udah At." Samudra mendorong bahu Atlantik saat sang kakak itu berusaha maju.

"Saya tidak merasa rugi, jika tidak dianggap sebagai anak anda lagi." Atlantik memukul-mukul dadanya. "Dari dulu, bukannya anda memang tidak menganggap saya ada, 'kan?"

ATLANTIK [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang