42. PERGI

10.7K 1K 20
                                    

17.45 APARTEMEN ATLANTIK.

"Ini mau magrib, tapi Alea belum juga balik. Udah gue telpon tapi gak diangkat, di chatt ceklis satu, mana keberadaan lokasinya nggak bisa dilacak lagi."

Samudra terus mondar-mandir, dengan resah sambil mengecek terus ponselnya. Tidak sendiri, rupa-rupanya, ia ketar-ketir berdua dengan Atlantik. Sama halnya Samudra, Atlantik juga terus berusaha menghubungi Alea.

Babu
Terakhir dilihat 09.15

L dmn?
Blk
Jgn bkn gw khawatir
L dmn?
Alea
Gw tau l mrh, tp g gn
Le, karang nunggu l
Alea

"ARGHHH!" Atlantik membanting ponselnya ke lantai. Ponsel puluhan juta itu, kini tak  ada lagi harganya.

"Sabar, gak usah emosi kayak gini." Samudra menegur. Sejak perang dingin di sekolah, keduanya tak kunjung akur sampai sekarang.

"GIMANA GUE GAK EMOSI?! ALEA BELUM PULANG?! DIA DIMANA SEKARANG?! DIA UDAH MAKAN ATAU BELUM?! GUE KHAWATIR SAM!" pekik Atlantik kesetanan.

"Alea kayak gini, gara-gara lo, At!" tunjuk Samudra.

Atlantik hanya bisa diam, lalu membenturkan kepalanya ke tembok keras. Karang di atas kasur, hanya bisa diam, menyaksikan kekacauan di depannya.

"Ya Allah, tolong bilangin ke Mommy Lele, suluh dia pulang Ya Allah." Karang menengadahkan kedua tangannya. Berdoa dengan sepenuh hati.

Atlantik dan Samudra menoleh kompak mendengar suara Karang.

"Le, lo dimana?" gumam Atlantik frustasi.

"Gue bakal cari dia abis magrib," putus Samudra.

***

19.30 PINGGIR JALAN.

Entah kenapa, ibukota kini sering hujan. Malam ini, Jakarta diguyur hujan cukup deras, namun untungnya tak ditemani petir maupun kilat.

Alea berjalan terseok-seok angin. Kakinya melangkah tak tahu arah. Tubuhnya sudah basah. Sambil memeluk tubuhnya sendiri, Alea berusaha tetap kuat dan melangkah tak tahu kemana. Yang terpenting, tidak ke apartemen Atlantik, dan tidak ke panti asuhan, karena merasa itu merupakan hal percuma.

Alea hanya ingin pergi, jauh. Sejauh mungkin, sampai ia tak akan lagi dihadapkan dengan Atlantik serta rasa sakitnya.

"Har-us ku-at, Alea. Jan-gan, le-mah ...." Dengan suara bergetar, dan tubuh menggigil Alea memutuskan untuk duduk sebentar di sebuah bangku taman.

Di bawah lampu gantung yang bergoyang, Alea menengadahkan kepalanya menatap langit yang sangat amat menggelap. Tak ada bintang berpendar disana. Bahkan, bulan saja tertutupi hitamnya langit yang terlihat menyeramkan.

Angin yang berembus kencang, mampu menggoyangkan pepohonan. Alea semakin memeluk tubuhnya erat. Air mata, serta air hujan kini sudah tak bisa lagi ia bedakan.

***

Samudra menepikan mobilnya di pinggir jalan. Tepatnya, di samping halte. Sesuai dengan perkataannya, bahwa habis magrib ia akan mencari Alea. Benar, Samudra mencari Alea, dari habis magrib, bahkan isya sudah terlewatkan. Namun, Samudra tak kunjung mendapatkan titik terang.

Untungnya tidak sendiri, Samudra juga bersama dengan Atlantik dan Karang. Bocah itu tidur di bangku belakang dengan jaket Atlantik sebagai selimut.

"Ck, lo dimana Le?" Samudra membenturkan kepalanya ke stir mobil.

"Gue udah hubungi Bu Tiara berkali-kali, tapi jawabannya tetap sama, kalau Alea nggak ada disana," ujar Atlantik lesu.

"Dimana ya dia, tadi gue di sekolah udah nyari ke semua ruangan, tapi dia nggak ada. Bahkan pas balik sekolah, dia udah nggak di kelas." Samudra menoleh pada Atlantik, yang kini tengah memijat pangkal hidungnya.

ATLANTIK [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang