9. ATLANTIK VS SKALA

9.4K 1.1K 42
                                    

Keesokan harinya ....

Ketidakhadiran Atlantik walaupun hanya satu hari, membuat para murid geger saat pemuda berjaket ARVENSIS itu, berjalan di lorong utama. Dia sukses jadi pusat perhatian. Bukan hal aneh rasanya jika seorang Atlantik Bratadika Negara jadi pusat perhatian.

Dengan tas ransel yang tersampir di pundak kirinya, dan dengan kedua tangan yang tenggelam di kedua saku celana, Atlantik tampak begitu gagah apalagi dengan tambahan slayer hitam yang terikat di kepala.

"Atlantik Bratadika Negara!"

Deg! Atlantik menghentikan langkahnya saat suara lantang di belakang memanggilnya. Bak suara guntur yang menggelegar, para murid di sekitaran lorong mematung. Mereka tercengang, saat suasana mencekam benar-benar tercipta di hadapan mereka.

Bagaimana tidak mencekam, melihat sosok Skala Arham adalah dalang dari si suara lantang. Atlantik membalikkan tubuhnya, beberapa meter di hadapannya Skala tengah menghampiri.

"Anjir! Dua pintu berlawanan milik SMA Uranus!"

"Gila! Gila! Kayaknya mereka bakal ribut deh!"

"OMG SKALA SAMA ATLANTIK GANTENGNYA HAMPIR SEPADAN!"

Skala menempatkan ujung sepatu air Jordan miliknya hingga bertubrukan dengan ujung sepatu Converse Atlantik. Kedua pemuda saling memanah pandangan, dengan mulut yang masih terbungkam.

"Ada apa?" Atlantik yang memulai pembicaraan. Suaranya yang serak-serak basah membuat para murid cewek sudah menahan jeritan saking terpesonanya.

"Gue udah tepati, soal kesepakatan kita di ring tinju. Gue udah bilang ke anak RAZOR dan anak geng lainnya, kalau kawasan PASURA sekarang hak sepenuhnya milik ARVENSIS," terang Skala dengan tegas.

"Bagus." Atlantik menepuk-nepuk pundak Skala, namun Skala menepisnya kasar. "Soal Alea?"

"Gue akan jauhin dia, lo tenang aja."

"Bagus." Respon Atlantik masih sama.

"Alea sakit apa?" Entah ada keberanian dari mana, Skala bertanya itu.

"Bukan urusan lo," desis Atlantik seraya berbalik badan. Belum juga memulai langkah pertama, tangan kekar Skala hinggap di pundaknya.

Atlantik memutar kepala, menurunkan tangan Skala dengan kasar.

"Gue khawatir sama Alea," ungkap Skala.

Atlantik berdecih, menatap Skala sinis. "Suka lo sama dia?"

"Bukan urusan lo. Gue cuma mau nanyain keadaan dia," decak Skala jengah.

"Jelas urusan gue lah bangsat!" Atlantik berbalik badan, dan mendorong bahu Skala kasar.

Keadaan mulai ricuh tak terkendali, para murid berlarian meninggalkan lorong.

"Emangnya apa urusan lo sama Alea?!" Skala berseru sambil membenarkan kerah seragamnya. Tangannya yang terkepal, seolah siap membogem Atlantik kapanpun dia mau.

"Alea itu pembantu, dia babu gue! Dan gue gak sudi, liat babu gue deket sama babu sekolah kayak lo!" tunjuk Atlantik memaki.

"Anjing!" umpat Skala hendak membogem, namun suara teriakan dari belakang menghentikannya.

"Hentikan!"

Skala menurunkan satu tangannya yang terkepal, sementara Atlantik masih anteng dengan posisinya, tak takut sedikitpun dengan gertakan Skala.

Satu sudut bibir Atlantik sedikit terangkat, menatap tak suka orang berteriak tadi. Samudra Bratadika Negara, ketua OSIS yang sok-sokan itu datang. Mendorong bahu Atlantik, serta Skala agar kedua pemuda itu saling menjauh.

ATLANTIK [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang