47. PERPISAHAN (2)

11.7K 1.1K 27
                                    

Setelah menanyakan perihal ruangan pada resepsionis di depan, Alea langsung melangkahkan kakinya menuju ke tempat yang dituju. Pelan-pelan, gadis itu akhirnya sampai di depan ruangan rawat inap Atlantik.

CEKLEK! Pintu tiba-tiba terbuka, membuat Alea refleks harus duduk di kursi tunggu. Diliriknya sebentar, ternyata ... Karang.

Di balik kacamata hitamnya, mata Alea sudah memanas. Sosok bocah yang dirindukannya akhirnya ada di hadapannya sekarang. Sayangnya, Alea tak bisa memeluknya.

"Hoaam!" Karang menguap seraya meregangkan otot-ototnya. Celingukan sebentar, ia langsung mendekat pada perempuan yang duduk di kursi tunggu panjang di dekatnya. Yang tanpa Karang tahu, itu adalah Alea. Mommy Lelenya, yang selama ini ia rindukan.

"Tante!" panggil Karang, Alea menoleh.

"Apa?" Sebelum bersuara, Alea menyempatkan berdeham, untuk mengubah suaranya agar tak mirip Alea yang dulu.

"Atu lapel, kila-kila dimana ya atu bisa dapat makanan?" Karang menepuk-nepuk perutnya yang sedari tadi sudah keroncongan.

Alea langsung bangkit dari duduknya di kursi, dan berjongkok. Memegangi kedua pundak Karang, dengan air mata yang meleleh di balik kacamata dan maskernya.

"Kamu laper sayang?" Karang mengangguk. Ia memperhatikan perempuan di hadapannya.

"Atu jadi kangen Mommy Lele," ujar Karang tiba-tiba, memegangi pipi Alea sambil sesekali mengusapnya. "Nama Tante siapa?"

Alea mendongak sebentar, menadah air matanya agar tak tumpah terus. "Nama Tante ... Alia."

Karang mengangguk sebari ber-oh ria.

"Tante Alia, mau antel aku ndak, cali makanan, atu laper," ucap Karang.

"Mau dong, Tante anter ke kantin rumah sakit, ya?"

Karang mengangguk, senyuman merekah lebar di bibirnya. Alea berdiri, meraih jemari mungil Karang dan menggenggamnya. Rasanya, Alea ingin mengatakan yang sebenarnya, bahwa benar dirinya adalah Mommy Lele milik Karang.

"Ayo," ajak Alea.

"Karang!"

Baru saja satu langkah Alea dan Karang menempuh perjalanan, tapi suara lantang di belakang menghentikan langkah keduanya. Alea merasa jantungnya berdentum, sesat suara familier itu menyapa daun telinganya. Tanpa harus berbalik badan pun, Alea tahu, itu suara Samudra.

Karang berbalik badan, melepaskan genggaman tangannya dengan Alea dan berdiri di samping Samudra saat pemuda itu menariknya.

"Kamu sama siapa?" tanya Samudra pada bocah di sampingnya.

"Dia Tante Alia, Uncle!" jawab Karang sambil menunjuk Alea yang kini berdiri membelakangi keduanya.

Samudra mengernyit. "Siapa Tante Alia?" Karang diam, sambil menghendikan bahunya.

"Permisi Mbak Alia?" panggil Samudra. Menepuk pundak Alea, memasakkan Alea berbalik badan.

Alea sedikit menunduk, tidak berani rasanya menatap Samudra walaupun kini dia mengenakan kacamata.

"Mbak kenapa ya, sok kenal sama Karang?"

"Emm ... saya, cuma mau antar Karang ke kantin rumah sakit. Dia lapar."

Samudra mengangguk, lalu menggendong Karang. "Uncle kan bilang, jangan sembarangan kenal sama orang, kalau kamu diculik gimana?" bisik Samudra.

Karang menatap Alea. "Tapi ... Tante Alia baik, dia bukan penculik," katanya polos.

ATLANTIK [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang