"Benci sama cinta itu beda tipis, At. Coba deh kamu pikir, kenapa kamu mau konsultasi ke Tante? Karena Alea, 'kan? Kenapa kamu lakukan untuk Alea? Itu karena, kamu cinta sama Alea."
Sambil mengendarai motornya dengan kecepatan normal di jalan, kata-kata Winda di tempat konseling tadi begitu terngiang. Atlantik kini benar-benar dihantui banyak pertanyaan, yang ia tujukan untuk dirinya sendiri.
Apa iya, gue cinta sama Alea?
Atlantik benar-benar resah dibuatnya, sampai-sampai ia tak fokus ke jalanan. Dan saat di belokan ...
Tiiiidddd!
Brak!
Motornya ditabrak mobil yang muncul di belokan dengan tiba-tiba. Atlantik serta merta motornya terjatuh ke aspal. Untungnya tak ada luka parah, hanya goresan sedikit di bagian tangan sampai-sampai jaketnya sobek.
"Akh, anjir sialan!" Atlantik merutuki dirinya sendiri karena ceroboh.
Hingga tak lama, sang pengemudi mobil hitam yang tak sengaja menabrak Atlantik turun. Tidak sendiri, namun berdua dengan penumpang di belakangnya. Dua orang itu menghampiri Atlantik yang kini masih terkapar di aspal.
"Mas, tidak apa-apa?" tanya pria paruh baya yang mengendarai mobil tersebut.
"Gak apa-apa. Maaf-maaf ya, saya yang salah disini, harusnya saya rem dulu tadi, bukannya malah terus trobos jalan," tutur Atlantik sadar diri. Beranjak bangun, dan membuka helm fullface-nya.
"Atlantik?" Gadis di belakang pria paruh baya itu bersuara. Menunjuk sosok Atlantik sedikit terkejut.
"Alana?"
"Kamu beneran gapapa, At?" Alana melangkah mendekat, meneliti dari ujung rambut hingga ujung kaki Atlantik. "Tangan kamu berdarah, nih, ayo aku obati."
"Eh gak usah, Na. Gak apa-apa kok, serius."
"Tapi ini nanti bisa infeksi, At." Alana tetap kekeuh. "Pak Lingga, tolong ambilin kotak P3K dong," pinta Alana sambil melemparkan pandang pada sang sopir.
Selagi sang sopir mengambil kotak P3K, Alana membawa Atlantik untuk duduk di halte yang kosong.
Atlantik masih terpekur dengan apa yang terjadi sekarang. Ia tak menyangka, bahwa akan bertemu dengan Alana di situasi seperti ini.
"Ini Non." Pak Lingga memberikan kotak P3K pada Alana. Setelah mengucapkan terima kasih, Pak Lingga pergi untuk membangunkan motor Atlantik.
"Kamu buka jaketnya At," suruh Alana. Pemuda itu menurut, membuka jaketnya dan terpampang lah luka gores yang cukup besar.
Alana meringis, ngilu sendiri melihatnya. Dengan piawai, gadis itu langsung membersihkan luka tersebut dengan air alkohol, sambil terus meniupinya. Setelah lukanya bersih, Alana memberikan obat merah.
"Sshh perih," ringis Atlantik.
"Maaf, ini aku tiupin nih biar nggak perih." Alana kembali meniupi luka yang sudah ditetesi obat merah.
Alana cantik banget sih, beda banget sama Alea yang kucel.
Atlantik menatap Alana dalam-dalam, terpaan angin yang berembus cukup tenang mampu menerbangkan beberapa helai rambut Alana. Entah refleks atau bagaimana, Atlantik menyingkirkan beberapa helai rambut Alana yang menutupi sedikit wajahnya, dan menyelipkannya ke belakang daun telinga.
"Eh!" Alana terkejut dengan pergerakan Atlantik, ia menatap sang pelaku dengan ekspresi tak terbaca.
"Gue takut rambutnya malah kena mata, nanti ganggu." Atlantik langsung memberikan alasan yang kuat.
KAMU SEDANG MEMBACA
ATLANTIK [SELESAI]
Teen Fiction[DIHARAPKAN FOLLOW SEBELUM MEMBACA] "Daddy, bawa atu pulang ...." "Dedi, Dedi, nama gue Atlantik!" *** Atlantik Bratadika Negara. Pemuda dengan bentuk pahatan mendekati kata sempurna. Ketua Geng motor bernama ARVENSIS yang disegani banyak orang. Di...