Para murid bersorak heboh melihat itu. Atlantik menggeram, memukul pilar koridor, dan langsung melenggang pergi. Turun dari lantai dua, untuk menemui gadis yang selama ini dicarinya.
"Alea!" panggil Alana. Gadis itu berlari, menghampiri Alea yang hendak keluar dari area lapangan.
Alea menghentikan langkahnya, ia menatap Alana bahkan ... Skala, yang kini sudah mencegat jalannya. Sebisa mungkin, Alea bersikap biasa saja. Seperti orang tidak kenal.
"Inget, lo harus bermetamorfosis Alea. Lupain Alea yang lemah, dan berubah jadi Alea yang kuat. Lawan mereka, yang udah bikin lo sakit hati."
Ucapan Altair tadi pagi terngiang, membuat Alea kembali teguh pada keputusannya.
"Siapa ya?" Suara dingin Alea, serta tatapannya yang selaras, membuat Alana dan Skala tersentak. "Minggir, gue mau jalan!" Alea membuat gestur mengusir.
"Alea, ini aku Alana. Sahabat kamu!" kata Alana.
Alea berdecih. "Sahabat? Gue gak punya sahabat kayak lo deh, kayaknya. Maaf ya, kayaknya lo salah orang."
Hati Alana sakit rasanya. Niatnya untuk minta maaf perihal kesalahannya dulu, jadi berubah. Bagiamana mungkin, Alana bisa minta maaf dan menjelaskan semuanya, jika Alea saja tak ingat padanya.
"Alea, lo kenapa sih? Lo nggak kangen sama kita semua? Lo hilang ingatan, 'kah?" Skala menyahut, membuat Alea kini menatapnya.
"Gue gak kenapa-napa. Gue juga nggak hilang ingatan, gue Alea Pranadita. Tapi ... gue bukan Alea yang dulu. Gue bukan Alea yang lemah. Jadi ... tolong minggir," tekan Alea dengan tatapan matanya yang menajam.
Alana langsung pergi setelah sebelumnya sempat mendengkus kesal, diikuti Skala setelahnya.
Alea merunduk sebentar, berusaha bersikap biasa saja. Mengangkat wajah kembali, Alea langsung tersentak sesaat tubuh tegap Atlantik kini berdiri di hadapannya.
Deg! Alea sempat ingin mundur. Namun, dengan segala keberanian yang ada, ia melangkah maju. Membuat iris matanya dengan iris mata Atlantik bertemu.
Atlantik menatap penampilan Alea dari ujung rambut hingga ujung kaki, lalu berdecih setelah puas menatapnya.
"Dari mana aja lo?" Satu pertanyaan yang lolos dari mulut sukses jadi pembuka pembicaraan keduanya. Setelah 1 bulan lebih lamanya tak saling beradu pandang, dan bercengkrama, akhirnya ... semuanya kembali. Namun sayangnya, tidak lagi sama.
Bagi Atlantik, Alea asing di matanya sekarang. Seperti, tengah berhadapan dengan orang asing. Yang berdiri sekarang, bukan Alea yang Atlantik kenal. Bukan Mommy Lele-nya Karang. Bukan Lele-nya Itik. Tapi orang asing.
"Lo pikir, dengan lo menghilang, terus berubah kayak dandanan Bad girls kayak gini, bagus?" Atlantik melangkah, mengelilingi tubuh Alea. "Satu bulan lebih Le, lo buat Karang terus bertanya! Dimana Mommy Lele? Kenapa Mommy Lele tinggalin Karang? Mommy Lele gak sayang Karang? Mommy Lele kemana? Mommy Lele udah makan belum?"
Alea meremas sesama jemarinya, saat Atlantik menirukan suara Karang. Seperti ada sebuah jarum yang menancap di hati Alea.
"Lo pikir, dengan lo berubah penampilan kayak gini, lo bisa ninggalin gue dan Karang gitu aja?" Langkah Atlantik terhenti lagi di hadapan Alea. "Lo pikir---"
"STOP!" Alea terpekik dengan tangannya yang menahan mulut Atlantik, agar tak lagi mengucapkan kalimat dari mulutnya. "Gak usah sok kenal sama gue! Alea yang dulu sama lo, Alea yang lo udah siksa secara fisik dan batin, udah nggak ada!"
Tangan Atlantik terkepal. Rahangnya mulai mengeras. "Sekali lagi gue bilang, gak usah sok kenal sama gue!" tukas Alea, menerobos bahu Atlantik, dan melenggang pergi.
KAMU SEDANG MEMBACA
ATLANTIK [SELESAI]
Teen Fiction[DIHARAPKAN FOLLOW SEBELUM MEMBACA] "Daddy, bawa atu pulang ...." "Dedi, Dedi, nama gue Atlantik!" *** Atlantik Bratadika Negara. Pemuda dengan bentuk pahatan mendekati kata sempurna. Ketua Geng motor bernama ARVENSIS yang disegani banyak orang. Di...