Gara-gara semalam kembali pulang ke apartemen di waktu larut, dan paginya harus segera siap-siap ke sekolah, ditambah harus mengantarkan Karang ke panti asuhan, Atlantik dan Alea hampir saja telat sampai di sekolah.
Brak!
Alea meringis saat dirinya harus terjerembab. Semua ini gara-gara tali sepatunya yang tak terikat dengan benar dan menjuntai ke lantai.
Atlantik yang sadar bahwa Alea jatuh di belakang, langsung banting stir putar balik. Pemuda itu melangkah lebar, menghampiri Alea dan mengulurkan tangannya saat sudah sampai di hadapan.
Alea mendongak, tak disangka ternyata sosok Atlantik mau membantunya padahal, dia sudah berjalan sedikit jauh di depan.
"Bangun." Atlantik bersuara dingin, mengulurkan terus tangan menunggu Alea menggapainya.
Masih sedikit meringis kecil karena lututnya berbenturan dengan keramik butut, akhirnya Alea menggapai tangan Atlantik. Hingga kini berdiri.
"Lo tuh kenapa sih, Le. Kalau pakai sepatu, pasti lupa ikat sepatu yang kenceng," omel Atlantik. Menoyor kepala Alea sebentar, lalu terpaksa berjongkok.
Atlantik mengikat tali sepatu Alea kuat-kuat. Hingga matanya tak sengaja melihat luka sayat kecil di lutut gadis itu. Kembali berdiri, Atlantik langsung mencekal tangan Alea, dan membawanya lari.
"At, kenapa kita lari?!" cicit Alea sambil terus dibawa lari Atlantik.
"Ada Bu Seka di ujung lorong, gue takut kita kena hukum karena masuk ke sekolah mepet waktu!" Dengan napas tersengal, Atlantik dan Alea menghentikan langkahnya di dekat ruang OSIS, karena sudah merasa jauh dari jangkauan Bu Seka.
"Aku ke kelas ya?" izin Alea terengah-engah. Atlantik mengangguk. Namun, Alea belum bisa melangkah karena Atlantik masih setia mencekal tangannya.
"Kenapa gak pergi, lo?!" sewot Atlantik karena Alea masih saja anteng.
"Tangannya belum dilepas sama kamu, At," cicit Alea membuat Atlantik langsung melepaskan cekalannya.
Dengan sekenanya, Atlantik menendang bokong Alea, jangan lupakan tangannya yang bergestur mengusir bak pada hewan.
"Hus, hus, cepetan pergi!" usir Atlantik. Alea buru-buru berlari menyambar anak tangga.
Atlantik masih setia ditempatnya. Sebelum minat masuk ke kelas, ia lebih dulu mengecek ponselnya karena ada notif masuk.
Skala Stres: tanding basket di jam free bisa?
"Mentang-mentang tangannya udah sembuh, sok-sokan mau tanding basket sama gue. Kalah mampus lo, Skal. Gue malu-maluin lo, sampe lo harus pake helm lima kalau keluar rumah!"
***
Alea berjinjit dengan tangan yang menggapai ke atas, berusaha mengambil buku yang ia inginkan. Namun karena di rak paling tinggi, ia harus banting stir berjinjit, tangannya yang sudah menggapai ke atas pun, sama sekali tak membuahkan hasil.
Namun tiba-tiba saja, sebuah tangan kekar dengan lancarnya mengambil buku yang Alea incar. Dengan gencar, Alea berbalik badan, mendongak sedikit ke atas, melihat ternyata sosok Skala.
Lagi dan lagi, Skala.
"Skal?" Alea sedikit terkejut, karena pemuda di hadapannya tidak memakai baju seragam melainkan baju setelan basket.
"Ini bukunya." Skala memberikan buku di tangannya pada Alea.
"Makasih banyak, Skal." Alea tersenyum tipis. Ekor matanya bergerak tak tentu arah, gugup bukan main sedekat ini dengan Skala.
KAMU SEDANG MEMBACA
ATLANTIK [SELESAI]
Teen Fiction[DIHARAPKAN FOLLOW SEBELUM MEMBACA] "Daddy, bawa atu pulang ...." "Dedi, Dedi, nama gue Atlantik!" *** Atlantik Bratadika Negara. Pemuda dengan bentuk pahatan mendekati kata sempurna. Ketua Geng motor bernama ARVENSIS yang disegani banyak orang. Di...