40. PELAKU

7.1K 948 48
                                    

"Jadi ... selama ini, lo yang balas semua surat gue?"

Tak pernah terbayangkan sebelumnya di benak Alea, bahwa Atlantik tahu akan ini. Tak pernah terbayangkan juga, bahwa Atlantik mempertanyakan ini dengan kepala dingin, tidak dengan kepala mendidih.

Alea bisa lihat, sorot mata Atlantik teduh. Tak ada kobaran amarah disana.

"Iya, maaf At ... aku lakukan ini, atas suruhan Alana."

Di meja persegi panjang yang menjadi sekat jarak antara keduanya, Atlantik tersenyum kecut. "Alana jahat banget, dia mainin perasaan gue seenaknya." Menjambak rambutnya frustasi, Atlantik tak henti-hentinya mengeluarkan segala umpatan.

"At ...," panggil Alea.

"Hm? Apa? Ada lagi kebohongan, 'kah? Bongkar aja sekarang, biar gue sakit hatinya sekalian," sahut Atlantik sambil menatap Alea tajam.

Alea meneguk ludahnya susah payah ditatap tajam seperti itu. "Nggak At, ada lagi kebohongan, hanya itu, hanya soal surat."

"Lo sama Alana, sama aja. Sama-sama tukang bohong, dan tukang matahin hati orang. Lo tau gak? Gue bela-belain nulis surat, gue jingkrak-jingkrak pas dapat balasan suratnya, gue pikir Alana bener-bener kasih sinyal kalau dia suka sama gue, tapi ternyata? Semua kata-kata manis di surat itu, lo yang buat?!"

"Gue lebih baik sakit hati di awal, daripada sekarang, Le! Disaat gue mati-matian ungkapin perasaan gue, dengan seenak jidat lo sama Alana mainin itu semua dengan acara bohong kayak gini!"

Samudra di ambang pintu kamar mandi, hanya bisa diam menyimak. Sambil mengeringkan rambutnya dengan handuk kecil di pundak, Samudra berusaha untuk menahan diri. Untuk tidak ikut campur dan masuk ke pembicaraan terlebih dahulu.

"Kenapa sih, hidup gue gini banget?" Atlantik menjambak rambutnya lagi. "Kenapa lo terus bohong, demi kebahagiaan gue, Le?! KENAPA?!"

Brak! Atlantik menendang kaki meja persegi panjang di depannya, membuat dada Alea terbentur meja itu.

"Kenapa Alana gak bisa cinta sama gue?! Kenapa harus Skala, Skala, dan Skala?!!!" pekik Atlantik jengah.

Mata Alea berkaca-kaca melihat Atlantik kini. Segitu cintanya kamu sama Alana ya, At?

Menendang meja untuk kedua kalinya, Atlantik langsung bangkit dan melangkah lebar ke arah balkon.

Alea mengembuskan napas kasar, mengusap wajah lalu kepalanya tak sengaja menoleh ke arah kamar mandi, dimana Samudra masih mematung disana.

Samudra hanya tersenyum tipis, lalu keluar apartemen dengan pakaian santainya.

Sam, mau kemana magrib-magrib gini?

Menepis rasa penasarannya pada Samudra. Akhirnya Alea bangkit, dan melangkah ke balkon. Dimana, ia mendengar samar suara isakan tangis yang memilukan. Alea melihat ke pojokan balkon, ternyata Atlantik tengah menangis sambil memeluk lututnya.

Aku jadi merasa bersalah, ternyata kamu sesakit ini karena dibohongi At. Maafin aku ....

Rasanya, Alea ingin mendekap Atlantik erat. Menghapus air mata pemuda itu lembut, dan memberikan banyak kalimat penenang. Namun apalah daya, Alea tahu, Alea sadar, bahwa Atlantik tak mungkin menyambut baik kehadirannya.

"Kenapa semua orang bikin gue sakit hati? Kenapa mereka kayak gini ke gue? Gue tau, gue jahat, tapi gue juga punya hati, gue bisa sakit hati, hiks."

Cengeng. Atlantik tengah ada di fase itu. Untuk kali pertamanya, Alea melihat Atlantik menangis seperti itu. Pelan-pelan, walaupun dengan ragu, Alea melangkah.

ATLANTIK [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang