Alea benar-benar tak punya teman hari ini. Alana, satu-satunya lawan bicara tak sekolah dengan alasan, menjaga Skala di rumah sakit. Skala terpaksa di rawat, karena katanya tangannya mengalami cedera. Menurut info dari walikelas pagi tadi, Skala akan pulang dari rumah sakit jika jahitannya sudah bisa dibuka.
Alea duduk termenung sendiri. Bel istirahat sudah berbunyi sejak beberapa menit tadi, namun Alea masih membeku di bangkunya. Ia tak punya uang untuk membeli makanan. Jadi untuk apa keluar? Jika hanya melihat para murid lainnya makan.
Alea meremas perutnya yang keroncongan. Wajahnya mulai memucat, menengok ke samping, Alea melihat teman sekelasnya tengah makan bekal. Munafik, jika rasanya Alea tak tergoda dengan makanan mereka. Sempat terbesit ingin meminta, namun Alea sadar bahwa tak akan ada yang mengasihinya.
Keroncongan belum juga reda, tenggorokan Alea tiba-tiba kering. Melihat teman disampingnya minum es, Alea jadi ingin.
"Lani," panggil Alea membuat Lani---orang yang duduk di meja samping Alea menoleh.
"Apaan?" sahutnya, judes.
"Boleh minta sisa es kamu nggak, gapapa kok es batunya juga, aku haus," kata Alea memberanikan diri.
Lani memutar matanya malas. "Males banget, minum air kran sana! Kenapa bisa sih, orang miskin kayak lo sekolah di sekolah elite kayak gini. Gak sudi banget gue ngasih sama orang yang doyan minta-minta!" cerocosnya.
Alea meneguk ludahnya sendiri. Mati-matian ia menurunkan harga diri dengan meminta, dan sekarang? Harga dirinya hilang rasanya, saat di maki seperti itu.
Alea bangkit dari bangkunya dan berlari pergi keluar kelas. Minum air kran, begitu kata Lani dan Alea tak punya pilihan. Dia masuk ke kamar mandi, menyalakan air di wastafel dan menengadahkan tangannya. Alea meminum air kran tersebut dengan rasa haus yang kian melanda.
Beberapa murid perempuan yang melihat aksi Alea, hanya mendelik sambil bergidik jijik. Bagaimana pun, yang Alea teguk adalah air belum masak yang bisa membahayakan sistem pencernaannya nanti. Namun apalah daya, Alea tak ada pilihan.
Biarkan orang mencibir. Lagipula jika Alea meminta makanan atau minuman pada mereka, memangnya mereka mau memberi? 100% tidak. Mereka pasti akan memaki Alea habis-habisan.
Kenyang minum air kran, Alea beralih membasuh wajahnya. Bercermin di hadapan cermin, menatap wajahnya yang kucel dengan seksama. Bruntusan Alea semakin bertambah, ini pasti karena dia tak pandai merawat wajahnya.
"Bener apa kata Atlantik, aku itu jelek." Alea tersenyum miris, hingga tak lama salah satu murid masuk sambil membawa sebungkus roti yang tengah ia makan.
Dia berdiri di hadapan cermin samping Alea. Memoles wajahnya dengan bedak, dan memoles sedikit bibirnya dengan lipstik. Selesai dengan semua itu, gadis itu membuang roti di tangannya ke tempat sampah lalu pergi.
Alea langsung menyambar tempat sampah tersebut, mengambil sebungkus roti yang masih banyak dan untungnya belum kotor.
"Ini masih banyak, kenapa dia buang? Kan sayang, padahal kasih aja ke aku, pasti aku ambil." Alea memakan roti tersebut hingga habis. Setidaknya, perutnya kini terganjal walaupun dengan roti dari dalam tempat sampah.
***
"Lepasin aku, Marsya! Aku mau pulang!" teriak Alea, meronta dari cengkeraman dua pengikut Marsya.
Hari ini, Alea benar-benar sial, karena saat hendak keluar sekolah, ia malah dijegat Marsya and the gang. Alea ditarik ke gudang belakang sekolah, entah mau diapakan.
"Heh cupu, gara-gara lo waktu itu! Kita bertiga jadi kena hukuman tau nggak!" Marsya menampar pipi Alea berkali-kali.
"Kalian pantes dihukum, karena kalian salah! Aku bakal aduin kalian ke Atlantik kalau kali ini kalian macem-macem!" Alea melawan.
KAMU SEDANG MEMBACA
ATLANTIK [SELESAI]
Teen Fiction[DIHARAPKAN FOLLOW SEBELUM MEMBACA] "Daddy, bawa atu pulang ...." "Dedi, Dedi, nama gue Atlantik!" *** Atlantik Bratadika Negara. Pemuda dengan bentuk pahatan mendekati kata sempurna. Ketua Geng motor bernama ARVENSIS yang disegani banyak orang. Di...