15. HUKUMAN

8.9K 1.1K 136
                                    

Jam 18.30 Apartemen Atlantik.

Di sepanjang jalan, Alea hanya berharap satu hal. Atlantik tak ada di rumah. Tapi, harapan Alea raib saat dirinya membuka pintu, sosok jangkung Atlantik sudah menyambutnya. Alea meneguk ludah, saat melihat Atlantik membawa rotan panjang di tangan kanan dan sebuah cambuk di tangan kiri.

Dengan rahang mengeras, Atlantik tiba-tiba melepaskan dua benda di tangannya itu, hingga menyentuh lantai. Alea kembali meneguk ludahnya, saat Atlantik melangkah lebar ke arahnya. Menerjang bahunya kuat hingga menyentak tembok, dan langsung mencekik leher Alea dengan kedua tangan.

"DARI MANA LO BANGSAT?!!!" seru Atlantik marah.

Alea tak bisa berbicara, cekikan Atlantik membuatnya kesulitan bernapas. Mulut Alea terbuka namun sayangnya tak bisa mengucapkan sepatah katapun.

"KENAPA LO BALIK MALEM?! KENAPA LO GAK BALAS CHATT GUE?! PERGI SAMA SAMUDRA LO, HAH??!" Atlantik kian kuat mencekik Alea, sampai-sampai tubuh Alea hampir terangkat.

Yang Alea lakukan hanyalah memukul-mukul kedua Atlantik yang mencekik lehernya. Melihat tatapan merah padam Atlantik, membuat Alea takut sekujur tubuh.

"A-t ... l-e-p-a-s!" Saat dirasa cekikannya mengendur, Alea membisakan diri untuk bicara.

Bukannya melepaskan cekikannya, Atlantik kian menggila. Kobaran matanya bak iblis. Hingga saat sadar, bahwa wajah Alea memucat, ia baru melepaskan cekikan itu.

Alea langsung meraup oksigen sebanyak-banyaknya. Dadanya kembang kempis saat tadi merasakan oksigen memadat. Alea langsung terbatuk, dan meluruh ke lantai. Memegangi lehernya yang sakit, sangat.

Atlantik ikut berjongkok, membuat tubuh Alea bergetar hebat dibuatnya.

"Dari mana lo?!" tanya Atlantik dengan suara dan tatapan dinginnya yang membekukan.

"Ak-u, a-ku ... hiks, ak-u!"

"ALEA!!" bentak Atlantik sambil menonjok tembok tepat, di samping wajah Alea.

"At, ak-u, a-ku, habis antar Alana beli alat lukis At." Dengan terbata, Alea berucap bohong. Ia tak mungkin jujur, bisa habis dirinya jika jujur bahwa habis menjenguk Skala.

Mendengar nama Alana disebut, kobaran amarah di mata Atlantik sedikit padam perlahan. Ia semakin maju mendekat, dan mengukung tubuh Alea dengan satu tangannya. Sementara, satu tangannya yang lain, menyalakan korek gas.

Tepat di hadapan wajah Alea, Atlantik menempatkan titik si jago merah itu.

"Bohong atau jujur?" geram Atlantik.

"Ju-jur At ...."

"Kenapa gak bales chatt gue?" Atlantik mendekatkan korek gas tersebut ke bawah dagu Alea.

Api yang tercipta di korek gas tersebut, membuat bawah dagu Alea memanas. Belum lagi, karena embusan napas Atlantik dan juga dirinya, api tersebut bergerak tak mau diam. Sejengkal lagi Atlantik memajukan tangannya, mungkin akan terbakar bawah dagu Alea.

"Jawab Alea Pranadita, kenapa lo balas chatt gue, hm?" Tatapan Atlantik mulai menggelap yang menandakan sebentar lagi, dia akan melakukan hal gila.

Dengan isakan penuh kesakitan, Alea berusaha untuk membuka suara. Walaupun nyatanya, napasnya sudah tercekat. Bayang-bayang dua tangan Atlantik yang tadi mencekiknya masih terasa kentara.

"Kouta aku habis, At. Tadi udah mau balas, tapi keburu habis koutanya. Maaf ...."

"Bohong," sebut Atlantik. Satu tangannya yang mengukung Alea di tembok, perlahan bergerak ke belakang kepala gadis itu.

ATLANTIK [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang