11. SETIAP DETIK BERSAMA KARANG

10K 1.2K 56
                                    

Tepat di jam 23.45, Alea menyelimuti tubuh Atlantik dengan selimut tebal. Membiarkan pemuda itu terlelap menembus dimensi mimpi di atas sofa. Alea sudah membersihkan wajah Atlantik dengan air hangat. Dan mengobati luka lebam akibat adu fisik dengan Skala. Alea juga dengan baik hati, membukakan sepatu Atlantik dan membersihkan kedua kaki jenjang itu. Semua Alea lakukan agar Atlantik tidur dengan nyaman.

"Selamat tidur, At."

Ditemani gelapnya malam, Alea duduk lesehan di samping sofa. Jemarinya bergerak, meraih jemari Atlantik yang menggantung ke lantai. Dengan jelas, Alea melihat sedikit luka gores. Pasti, itu karena mangkuk yang Atlantik pecahkan di kepala Skala.

Alea masih ingat dengan jelas, bagaimana kalapnya Atlantik di kantin hari tadi. Bagaimana Atlantik mengangkat mangkuk di tangan, lalu dengan beringasnya membenturkannya hingga pecah di kepala Skala.

Darah merah kental, yang memuncrat dari kepala Skala, masih jadi bayang-bayang yang sulit Alea lupakan. Kejadian pertumpahan darah di kantin hari tadi, sukses membuat gempar semua warga sekolah.

"Lagi dan lagi, kamu dan Skala ribut karena aku. Bener apa kata kamu, At, aku ini biang masalah. Harusnya, aku nggak perlu diciptakan aja ya, sama Tuhan? Biar aku nggak terlahir di dunia, dan ketemu kamu. Mungkin, tanpa kehadiran aku, kamu bisa hidup bahagia. Iya, 'kan, At?"

Setetes air mata lolos dari kelopak mata Alea yang mulai memberat untuk terbuka. Gadis itu menatap wajah Atlantik yang begitu tenang dan penuh kedamaian jika tengah tertidur. Namun, itu semua akan berubah saat dia terbangun.

"Walaupun kamu jahat sama aku, tapi ... kebahagiaan kamu adalah, yang nomor satu bagi aku, At." Alea menyimpan kepalanya di bibir sofa, di samping tubuh Atlantik kini berada.

Alea menaikkan satu tangannya untuk memeluk tubuh Atlantik, gadis itu mulai terpejam dengan air mata yang sesekali jatuh.

Tuhan, tolong ... besok beri kebahagiaan untuk Atlantik.

***

Atlantik mengerjap lamban, kornea matanya terganggu karena sinar matahari yang berhasil masuk lewat celah gorden dan naas menerpanya. Ia membuka mata lebar-lebar secara perlahan, meringis pelan sambil refleks memegangi kepalanya yang berat.

Atlantik bisa melihat putih bersih langit-langit atap yang familier untuknya. Atlantik juga ingat, bagaimana dia minum dan susah payah pulang ke apartemen. Setelahnya? Ia tak ingat apa-apa lagi.

Menggeliat kuat, meregangkan otot-otot tangan. Atlantik baru sadar, bahwa perutnya ada memeluk. Dilihatnya ke samping, ternyata Alea adalah pelakunya. Atlantik berdecak, menyingkirkan tangan Alea kasar, lalu bangkit duduk.

"Modus banget nih si bangsat, pake tidur meluk gue!" gerutu Atlantik. Menatap Alea yang kini tertidur lelap, walaupun dengan posisi duduk.

Melihat ada wadah berisi air bekas kompresan di atas meja, Atlantik langsung mengambilnya dan ...

BYURR!!

Alea terperanjat super kaget, saat tubuhnya disiram air. Gadis dengan nyawa yang masih belum sepenuhnya terkumpul itu, mengusap-usap wajahnya yang basah.

"Bangun!" Atlantik menendang punggung Alea.

Sadar bahwa Atlantik ternyata sudah bangun lebih dulu darinya, Alea langsung bangkit berdiri dengan sedikit sempoyongan karena merasa sedikit pusing.

"Ngapain lo tidur di lantai, sambil duduk plus peluk gue, hah?!" Atlantik berdiri, membuat Alea terpaku di tempatnya.

Gadis itu meremas sesama jemarinya. Menatap Atlantik dengan bawah matanya yang sedikit menghitam, menegaskan bahwa jam tidur gadis itu akhir-akhir ini berantakan.

ATLANTIK [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang