14. SUKA

8.7K 1.1K 59
                                    

"Ibu tanya untuk kesekian kalinya. Apa kalian berpacaran?" Bu Seka––selaku guru BK––menatap Samudra dan Alea secara bergantian.

Gara-gara berita di situs web sekolah, Samudra dan Alea dipanggil ke ruang BK. Keduanya mulai diintrogasi. Pasalnya, berpacaran di kelas 12 adalah sebuah larangan tertulis yang harus di patuhi di SMA Uranus. Pihak sekolah membuat larangan ini, karena ingin murid kelas 12 fokus belajar. Pasalnya, mereka akan menghadapi banyak ujian untuk kelulusan nanti. Itu sebabnya, peraturan begitu ketat.

"Untuk kesekian kalinya, saya akan tetap menjawab hal yang sama. Saya dan Alea, tidak berpacaran," ucap Samudra tegas.

Bu Seka mengangguk percaya. "Lalu kenapa kamu dan Alea berpegangan tangan di area sekolah?" tanya wanita itu lagi.

Samudra dan Alea yang duduk dengan jarak satu meter saling melirik satu sama lain. Namun tak lama, kontak mata itu dilerai Alea.  Gadis itu menatap Bu Seka.

"Karena Samudra berusaha melindungi saya Bu. Karena kalau saya jalan sendiri, Marsya dan kedua temannya akan merundung saya," jawab Alea.

Samudra tertohok dengan jawaban Alea. Jadi selama ini, Alea sering jadi bahan rundungan Marsya?

"Marsya?" Bu Seka menatap Alea sedikit tak percaya.

"Iya Bu, dia sering menjadikan saya bahan perundungan. Sudah dari lama saya ingin mengadu pada pihak sekolah, tapi ... apa pihak sekolah akan melindungi siswa beasiswa seperti saya? Selama ini, semua perlakuan tak senonoh Marsya, selalu didiamkan entah itu oleh murid ataupun kebanyakan guru, karena Marsya anak dari donatur utama sekolah. Orang paling berpengaruh di sekolah ini."

Bu Seka terdiam dengan ucapan Alea. Semua itu benar. "Ibu akan berusaha bicara dengan Marsya. Kamu tenang saja Alea, perundungan terhadap kamu tidak akan lagi terjadi."

"Terima kasih Bu."

"Kami boleh pergi?" tanya Samudra.

"Iya. Tolong segera hapus berita di situs web sekolah, Sam." Bu Seka berpesan.

"Baik Bu, saya akan mencari admin untuk menghapus berita di situs web sekolah," angguk Samudra. Berdiri, lalu pamit dan pergi. Diikuti Alea di belakang.

Baru saja keluar dari ruang BK, Samudra sudah menyergah langkah Alea yang hendak pergi berlawanan arah dengannya. Mau tak mau, suka tak suka, Alea menghentikan langkahnya.

"Aku mau ke kelas, Sam," kata Alea. Berharap Samudra memberikan jalan. Namun nyatanya tidak.

"Kenapa lo gak bilang dari dulu, kalau misalkan lo jadi bahan perundungan Marsya?" Volume suara Samudra menegas. Alea menatap pemuda itu dengan tarikan senyum miris.

"Kemana aja kamu selama ini, Sam? Kalau aku bilang, memangnya kamu peduli?"

"Le, gue jelas peduli!"

Alea menggeleng. "Nggak ada yang bener-bener peduli sama aku Sam, bahkan kamu sekalipun," timpalnya. Menerobos pertahanan Samudra dan berlari pergi.

Samudra diam ditempat dengan banyaknya pertanyaan. Alea kenapa?

***

"Aku bener-bener capek, Na. Sampai sekarang aku terus mikir, aku hidup itu untuk apa sih? Bahkan, sekarang ini, aku ada di sekolah aja, masih kayak mikir, aku ini lagi apa? Aku mau apa?" Alea menangis di bangkunya. Ditemani Alana, dia terus mencurahkan isi hatinya.

"Setiap malem, aku selalu mikir, kenapa sih ... gak malem aja terus? Biar nggak ada pagi, biar aku nggak sekolah, biar aku nggak kena bully, dan segala macem, hiks ...."

"Dari kecil sampai sekarang, aku nggak pernah dapat kebahagiaan. Sejak bayi, aku udah tinggal di panti asuhan, aku nggak tau wajah ibu dan ayah aku. Sekolah, aku dapat beasiswa, dan ternyata derita anak beasiswa kayak gini, hiks ...."

ATLANTIK [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang