20. TRAGEDI TAK TERDUGA

10.7K 1.1K 55
                                    

Menyantap pudding buatan Alea di sore hari, memang tidak pernah gagal. Atlantik akui pudding buatan Alea memang enak, sangat malah. Bahkan, Karang yang habis bangun tidur saja langsung segar kembali wajah dan tubuhnya saat menyantap pudding buah buatan Alea.

"Nih, gue balikin lagi gelangnya. Gue gak sudi pakai gelang samaan kayak lo." Di sela-sela aktivitasnya mengunyah pudding, Atlantik putuskan untuk mengembalikan gelang yang baru beberapa hari ini melingkar di tangannya pada Alea.

"Gue putuskan, akan tetap mencintai Alana, walaupun Alana Sukanya sama Skala. Gue mah bodo amat, selama janur kuning belum melengkung gue akan tetap mencintai Alana," lanjutnya.

Alea hanya diam tanpa bisa berkata-kata, lagipula apa yang harus dikatakan? Semua sudah terdengar jelas. Kini Alea tinggal sadar diri saja, bahwasanya Atlantik tetap tidak bisa digapai walaupun pemuda itu sudah tahu jelas bahwa Alana mencintai pemuda lain.

"Lo suka sama gue ya, Le?" Bak petir yang menggelegar, pertanyaan tenang dari Atlantik mampu membuat sendok di tangan Alea jatuh menyenak lantai.

Karang yang baik hati, mengambilkan kembali sendok yang jatuh itu dan memberikannya pada Alea.

Entah kenapa, Alea sangat merasa gugup, saat ditatap dalam oleh Atlantik yang duduk bersebrangan dengannya. Meja makan bahan kaca itu jadi sekat pembatas keduanya kini, walaupun ada pembatas Alea terasa tengah berada dekat dengan Atlantik.

"Hm ...," Atlantik menarik senyum miring, kedua maniknya tak lepas dari sosok Alea. "Gue tahu Le, lo suka sama gue." Ia memvonis, "udah satu tahun lebih kita bareng, lo pasti menyimpan perasaan lebih ke gue, udah khatam gue."

"Apa kamu nggak simpan perasaan lebih ke aku, At?" Entah keberanian dari mana Alea berani mempertanyakan itu.

Berhenti mengunyah, Atlantik menatap Alea semakin dalam. "Nggak."

Singkat, padat, dan menyakitkan. Alea tersenyum getir, "yaudah gapapa."

"Jadi bener 'kan, lo suka sama gue?" tanya Atlantik lagi, untuk memastikan.

"Kamu pikir aja sendiri At, selama ini aku bertahan disini, bertahan dengan sifat temperamental kamu, itu karena apa?"

Lidah Atlantik berdecak mendengar iu, Alea selalu saja tak pernah bisa menjawab to the point. Hobi sekali sepertinya membuat Atlantik kesal.

"Lo suka dan cinta sama gue, titik!" Atlantik meng-klaim, sambal menunjuk tegas Alea menggunakan sendok di tangannya. "Hubungan kita hanya sebatas babu dan majikan, tapi ... lo milik gue!" tambahnya.

Walau tak enak di dengar, dengan sebutan babu dan majikan, tetap saja Alea tersenyum dibuatnya. Pipinya bahkan sedikit memerah.

"Gak usah salting," tegur Atlantik sukses membuat senyuman Alea berangsur pudar. "Inget satu hal ini, gue nggak akan pernah suka sama lo sampai kapanpun itu, Le!" tegasnya.

"Gak apa-apa kok, At. Yang terpenting, kamu anggap aku ada aja, aku udah seneng dan satu lagi, aku pengen, kamu anggap aku sebagai manusia, bukan hewan yang seenaknya kamu aniaya." Sederhana, Alea hanya ingin dua hal itu saja. Atlantik mengangguk, memberi sinyal bahwa dirinya menyanggupi itu.

Lagipula, sebenarnya Atlantik sedari dulu menganggap Alea ada. Hanya saja, Alea tak pernah sadar akan itu.

"Daddy, atu sekarang udah bisa baca lhoo." Karang mulai membuka suara, setelah beberapa menit copslay jadi pendengar yang bai katas obrolan Atlantik dan Alea.

"Wihh, anaknya Daddy hebat," puji Atlanik. Tak segan lagi rasanya, menyebut secara terang-terangan, bahwa Karanga adalah anaknya. Ya, walaupun anak pungut. Kendati demikian, rasa sayang perlahan tumbuh di dalam diri Atlantik.

ATLANTIK [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang