Karang bergerak mondar-mandir di depan pintu ruangan rawat inap Atlantik. Ia terus saja menunggu kedatangan Samudra. Biasanya, Uncle-nya itu sudah datang pagi-pagi sekali. Tapi sekarang, Karang masih harus menunggu ketidakpastian.
"Karang, ayo duduk sini, Nak. Uncle Sam, pasti bakal balik kesini kok." Suara Bu Tiara, bahkan Karang abaikan begitu saja.
Bocah itu benar-benar resah. "Atu mau tunggu Uncle Sam."
Bu Tiara hanya bisa menghela napas pasrah. Sebenarnya, Bu Tiara tahu bahwa Samudra sudah pergi dari Indonesia sekarang.
"Bu Tiara, tolong ... jaga Karang dan Atlantik beberapa hari ke depan. Besok, saya akan berangkat ke New York. Tolong, titip surat ini untuk Atlantik setelah dia bangun dari komanya. Saya pamit Bu, terima kasih sudah mau menjaga Karang dan Atlantik."
"Bu Tiala, kok Uncle Sam lama ya?" Karang berlari kecil menghampiri Bu Tiara. Ia mengadu, dengan mata memanas. "Atu kangen Daddy Itik, kangen Mommy Lele, telus sekalang kangen Uncle Sam, kenapa meleka bikin aku kangen sih, kenapa meleka kayaknya mau buang aku, dan tinggalin aku pelgi?"
Bu Tiara berjongkok, mensejajarkan tinggi badannya dengan Karang, lalu menggendongnya dan membawa bocah itu untuk mendekat ke bibir bangsal.
"Karang gak boleh kayak gitu, Daddy Itik, Mommy Lele, sama Uncle Sam itu, sayang banget sama Karang. Sekarang, Karang fokus doakan Daddy Itik supaya cepat sembuh ya?"
Hanya mengangguk saja, berontak dari gendongan Bu Tiara dan memilih duduk di bibir bangsal, tepat di tubuh Atlantik yang kini masih terbaring.
"Daddy Itik, bangun dong. Atu udah kangen banget sama Daddy Itik," ucap Karang sedih. Meraih tangan Atlantik, dan menggenggamnya. "Daddy?"
Tak ada sahutan, Bu Tiara diam menahan tangis. Alea, kamu dimana Nak? Apakah kamu tidak mau kembali? Liat Karang, liat Atlantik, Lea. Mereka benar-benar butuh sosok kamu ....
"Bu Tiala, tangan Daddy gerak!" teriak Karang mengadu.
Bu Tiara langsung memperhatikan jemari Atlantik yang bergerak. Tidak hanya jemarinya saja, tapi bulu mata pemuda itu juga bergerak, seolah kelopak matanya hendak terbuka.
"Daddy Itik, ayo bangun!" teriak Karang. Tubuh Atlantik merespon.
Bu Tiara langsung memanggil dokter. Hingga selang beberapa detik kemudian, dokter datang dan memeriksa Atlantik.
Akhirnya, kabar baik datang. Atlantik dinyatakan sudah bangun dari masa komanya dan itu membuat Karang senang. Karang memeluk Atlantik, memanggil nama pemuda itu, berharap agar Atlantik segera benar-benar membuka mata sepenuhnya.
"Daddy Itik ...."
Atlantik mengerjap lamban, saat suara familier itu menyapa daun telinganya. Dengan nyawa yang masih terkumpul setengah, Atlantik menatap ke sekelilingnya. Menangkap sosok dokter, Bu Tiara, dan terakhir Karang kini ada di sampingnya.
"Daddy!" Karang langsung memeluk hangat Atlantik. Membuat kesadaran serta nyawa Atlantik terkumpul sepenuhnya secara perlahan.
Memori di kepalanya berputar acak. Dimulai dari insiden Alea hilang, hingga insiden dirinya kecelakaan.
"Ka-rang ...." Suara Atlantik terdengar tercekat. Membuat Karang berinisiatif melepas pelukannya dan mengambil segelas air di atas meja.
"Daddy Itik ayo minum dulu," kata Karang, membantu Atlantik untuk meneguk minumnya.
Atlantik meneguknya perlahan, sembari menggerakkan kedua kakinya yang terasa keram dan mati rasa, begitu juga dengan kedua tangannya. Selesai minum, Karang menyeka sedikit air yang membekas di sudut bibir Atlantik, dengan jemari mungilnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ATLANTIK [SELESAI]
Teen Fiction[DIHARAPKAN FOLLOW SEBELUM MEMBACA] "Daddy, bawa atu pulang ...." "Dedi, Dedi, nama gue Atlantik!" *** Atlantik Bratadika Negara. Pemuda dengan bentuk pahatan mendekati kata sempurna. Ketua Geng motor bernama ARVENSIS yang disegani banyak orang. Di...