Di ruangan tak banyak furniture, disinilah Alea berada sekarang. Duduk di sebuah kursi, dengan julukan kursi panas. Tidak sendiri, tapi dengan Lani dan juga Atlantik.
Alea juga tak tahu menahu, kenapa dirinya kembali dipanggil ke ruangan paling sakral ini—Ruang BK. Yang palin membuat Alea bingung, Lani dan Atlantik juga dipanggil.
Di depan sana, Bu Seka sudah duduk dengan tegak. Matanya yang runcing, mampu menusuk lawan matanya hingga kini hanya mampu membungkam.
"Jelaskan Lani, apa yang mau kamu ungkap!" suruh Bu Seka.
Usut punya usut, Lani sudah memutuskan untuk membongkar semuanya. Sesuai dengan ucapan Atlantik.
"Saya mau ingin memberikan sebuah penjelasan, tentang kebenaran perihal dompet saya yang hilang beberapa hari lalu. Sebenarnya, dompet saya ... tidak dicuri Alea." Lani buka suara, sedikit bergetar, dan itu sukses membuat Bu Seka bahkan Alea yang dijadikan kambing hitam disana, menohok.
Alea sudah duga, bahwa ini semua tidak benar.
"Saya sengaja memasukkan dompet saya ke tas Alea," imbuh Lani.
Bu Seka berdiri, dengan kepala menggeleng tak percaya.
"Tapi Bu, saya disuruh seseorang untuk melakukan itu." Belum juga Bu Seka mengeluarkan kata-kata, Lani sudah menimpal ucapan sebelumnya dengan pengakuan yang lagi dan lagi mengejutkan.
"Siapa yang sudah menyuruh kamu, Lani?!" tanya Bu Seka tegas. Sorot mata marah begitu jelas terpancar.
Lani meremas sesama jemarinya, merunduk sebentar, lalu menoleh pada Atlantik yang kini duduk di kursi sampingnya.
"Atlantik, Bu."
Deg! Mata Alea yang sedari tadi berkaca-kaca, kini sukses menjatuhkan bulir bening. Dadanya langsung bergemuruh hebat. Seolah ditikam ribuan pisau tanpa henti, Alea benar-benar mati di tempat mendengar nama itu disebut.
"At ...," Alea menahan isakannya. Ia membungkam mulutnya tak percaya.
Atlantik menoleh pada Alea yang duduk dengan jarak 1 meter dengannya. Pemuda itu tersenyum tipis. Maafin gue Le, tapi gue gak mau lo tahu yang sebenarnya. Gue gak mau lo sakit hati karena tahu, sahabat satu-satunya lo di dunia ini, malah jahat sama lo. Gue gak mau persahabatan lo sama Alana hancur cuma karena Skala.
Flashback onn
"Jadi, gimana At? Lo masih mau aduin kebenaran ini ke Bu Seka?" tanya Lani.
"Iya, gue bakal aduin kebenaran ini, tapi ... gue mau, lo aduin gue, jadikan gue pelakunya jangan Alana!"
"Tapi, At? Pelakunya Alana, bukan lo. Lo yakin?" Lani menatap Atlantik tak percaya.
"Yakin. Tolong, lakukan apa kata gue." Lani mengangguk paham.
Flashback off
"Kenapa kamu lakukan pembodohan ini, Atlantik Bratadika Negara?!" seru Bu Seka.
Atlantik melemparkan pandang pada wanita paruh baya di depannya. Dengan helaan napas kasar, Atlantik berdiri tegap. "Saya membenci Alea, makanya saya lakukan itu."
Seolah memang tidak cukup satu kali, dimatikan. Kini, Alea dimatikan lagi dan lagi. Rasanya pasokan udara memadat. Alea benar-benar tak habis pikir.
"Hukum saya Bu, dan tolong ... hapus nama Alea di papan tulis list murid bermasalah. Alea tidak bersalah, saya yang salah. Jangan hukum Lani, karena saya yang akan bertanggung jawab atas pembodohan ini."
Alea tak sanggup lagi, dengan gerakan secepat kilat, ia langsung berlari pergi. Atlantik menoleh sebentar, menatap nanar kepergian Alea.
Le, maaf ....
KAMU SEDANG MEMBACA
ATLANTIK [SELESAI]
Teen Fiction[DIHARAPKAN FOLLOW SEBELUM MEMBACA] "Daddy, bawa atu pulang ...." "Dedi, Dedi, nama gue Atlantik!" *** Atlantik Bratadika Negara. Pemuda dengan bentuk pahatan mendekati kata sempurna. Ketua Geng motor bernama ARVENSIS yang disegani banyak orang. Di...