Kaus oblong navy dibalut dengan jaket kulit hitam dan celana jins robek di bagian lutut, dandanan sederhana sudah siap sejak tadi. Namun, Juna tak kunjung beranjak. Dia masih duduk di ujung ranjang dengan mata yang tertuju pada sebuah figuran yang ada di atas nakas kiri. Tepatnya pada sebuah foto di mana Juna merangkul Freya dan mereka tertawa bersama.
Sebenarnya, apa yang terjadi sama gue, sih? Kenapa gue bisa minta Rere buat peduliin perasaan gue kalau dia jadian sama Kak Vian?
Perhatian Juna teralihkan pada ponselnya yang berdering. Setengah hati dia menggeser ikon hijau dan menempelkan benda pipih itu pada daun telinganya. "Ya?"
"Aku udah siap, ya. Kamu juga, 'kan?" tanya Risti dari seberang sana.
"Iya, udah, kok. Ini mau jalan."
"Oke. Aku tunggu, ya. Hati-hati di jalan." Suara Risti begitu penuh semangat, berbanding terbalik dengan Juna.
Helaan napas kasar terdengar begitu nyaring di tengah kesunyian kamar. Juna mengusap wajahnya kasar dan memaksakan diri untuk bangkit. "Bukan apa-apa, Jun. Lo cuma gak siap aja Rere punya pacar. Iya, cuma itu." Juna mengangguk mantap, berusaha meyakinkan diri sendiri.
Derap sepatu boots menyeruak ke setiap sudut apartemen. Juna menyambar kunci mobilnya yang ada di atas meja segera menuju pintu. Dia harus melupakan Freya dulu. Bisa bahaya jika di tengah kencan dengan Risti ketahuan memikirkan perempuan lain.
Tanpa sengaja, pikiran Juna melayang ke kejadian masa lalu.
"Gue suka sama lo," cetus seorang laki-laki berseragam putih abu dengan kaca mata bulat. Sebuah chunky bar 1 kg dia simpan di samping Freya. "Lo mau jadi pacar gue, gak?"
Dengan wajah bingung, Freya menutup buku biologi di pangkuannya dan menengadah. "Pacar?" Ia balik bertanya.
"Iya, pacar." Laki-laki itu mengangguk mantap dan tersenyum lebar. "Gue janji, bakal jadi pacar yang baik buat lo. Gue bakal bikin lo seneng tiap hari, antar jemput lo, kasih apa pun yang lo mau. Gimana?"
"Tapi, gue gak suka sama lo. Gue aja baru lihat lo sekarang."
Ucapan Freya itu berhasil membuat sang siswa terdiam seketika. Senyum lebarnya perlahan luntur, berubah kecewa. Dia mengusap lehernya, berusaha menenangkan diri. Lalu, kembali menatap Freya.
"Gak apa-apa kalau lo belum ada perasaan sama gue. Kita coba aja dulu. Gue yakin, kok, nanti juga lo bakal suka sama gue. Mau, ya, Frey?" Sebuah pernyataan cinta berubah menjadi mengemis. "Gue suka sama lo, gue sayang lo."
"Sorry, gue gak bisa jalani hubungan tanpa perasaan. Jadi, gue gak bisa jadi pacar lo." Freya memegang erat bukunya dan berdiri tegap. "Gue per—"
"Freya." Orang itu menahan kepergian Freya dengan memegang tangannya erat. "Gue mohon, jadi pacar gue. Seminggu aja dulu. Kalau lo masih gak suka, gak apa-apa lo putusin gue juga. Yang penting, kita udah nyoba. Ya, Frey?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Let It Fall [Tamat]
ChickLitJika untuk perempuan lain Juna adalah buaya darat yang pesonanya tidak bisa ditolak, bagi Freya dia hanya laki-laki tengil yang gemar membuatnya dalam masalah. Di balik sikapnya yang brengsek, dia adalah anak manja yang akan langsung merengek saat F...