Risti sudah berusaha fokus pada laptop di hadapannya. Namun, dia tetap tidak bisa. Berulang kali ia mencuri pandang pada Juna yang sedang bermain online game, berulang kali pula ia memikirkan kalimat yang pantas untuk dilontarkan. Dia tidak mau merusak momen berdua ini, tetapi dia juga tidak bisa menghiraukan perubahan drastis Juna akhir-akhir ini.
Gue tanya, gak, ya? Gimana kalau Juna malah balik marah dan ninggalin gue gitu aja? Gimana kalau dia putusin gue?
Saat pemikiran itu terlintas, tiba-tiba saja Juna meliriknya. Dengan cepat, Risti kembali menatap layar laptop dan berpura-pura memeriksa tugas. Begitu cepat tubuh Risti mematung karena Juna mengusap surainya.
"Mikirin apa, sih? Dari tadi lo lirik gue mulu. Ada yang mau diomongin?" tanya laki-laki itu.
"Eh?" Risti menoleh. Dia tersenyum lebar. "Eng-enggak ada, kok. Cuma mau natap kamu aja. Iya, cuma itu."
Juna juga ikut melemparkan senyum. Hanya saja, auranya sangat berbanding terbalik. Agak berbahaya. "Mmm, gitu? Lo masih berpikir gue enggak tahu apa-apa tentang lo? Lupa kalau mantan pacar gue banyak, ya? Gue hafal banget sama gelagat cewek."
Berulang kali Risti mengedipkan mata, tidak percaya dengan apa yang dia dengar. Jika laki-laki lain akan menggunakan kalimat manis untuk meminta kekasihnya bicara, Juna memiliki cara tersendiri.
"Udah, ngomong aja. Ngapain pakai ragu segala, sih?"
Jika kata-kata tidak berhasil, sikap laki-laki itulah yang mendorong Risti untuk bicara. Juna sudah melepas earphone dan menyimpan ponselnya. Sekarang, yang menjadi pusat perhatiannya adalah Risti.
"Tapi, kamu janji enggak akan marah, 'kan? Apa pun yang aku omongin, itu semua karena aku butuh jawaban dari kamu." Risti menggigit bibir bawahnya, merasa ragu. Namun, sepertinya dia tidak akan mendapatkan kesempatan ini nanti. "Kamu ... kenapa nempel mulu sama Freya akhir-akhir ini?"
Kening Juna berkerut seketika. "Ya, gue nempel sama dia karena dia sahabat gue. Emang biasanya kayak gitu, 'kan?"
Risti menelan ludah pahit. Iya, biasa. Saking biasanya, kamu gak sadar kalau itu nyakitin aku. Ia bergerak memosisikan tubuhnya untuk menghadap Juna. "Iya, emang biasanya kayak gitu. Tapi, kamu sadar gak kalau intensitas kamu sama dia itu lebih banyak akhir-akhir ini? Lebih banyak dibanding sama aku, lho."
Sekarang, Juna mengangkat sebelah alisnya. "Emang iya?"
Jangan tanya sebesar apa kekesalan Risti saat ini. Dia sangat ingin melemparkan laptop ke wajah tanpa dosa Juna.
"Gini, lho, Jun. Aku gak pernah larang kamu buat ketemu sama Freya. Siang atau malam, aku gak pernah batasi kamu. Tapi, aku juga mau ngabisin banyak waktu sama kamu. Kalau gak bisa di luar, seenggaknya kita makan siang di kampus. Atau, kalau kamu masih gak bisa juga, seenggaknya antar aku pulang. Tapi, akhir-akhir ini kamu sibuk banget sama Freya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Let It Fall [Tamat]
Chick-LitJika untuk perempuan lain Juna adalah buaya darat yang pesonanya tidak bisa ditolak, bagi Freya dia hanya laki-laki tengil yang gemar membuatnya dalam masalah. Di balik sikapnya yang brengsek, dia adalah anak manja yang akan langsung merengek saat F...