16. A Wound

1.4K 187 12
                                    

Pipi Risti langsung mengembang begitu mendapati Juna duduk di depan kelas sambil memainkan game di ponsel

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pipi Risti langsung mengembang begitu mendapati Juna duduk di depan kelas sambil memainkan game di ponsel. Akhirnya, setelah 2 hari menghilang begitu saja, laki-laki itu muncul juga di hadapannya. Tak ingin membuang waktu, Risti segera melanjutkan langkah, mendekati Juna.

"Hai," sapanya sambil mendaratkan bokong. "Akhirnya, aku bisa lihat kamu juga, Jun. Kemarin sepi banget, tahu gak?" Ia bersandar ke bahu tegap Juna, tak mempedulikan tatapan orang lain yang lewat.

"Gue ada urusan, jadi gak bisa ketemu sama lo." Juna masih melanjutkan permainannya, tidak acuh akan kehadiran Risti yang berada tepat di sampingnya.

Risti kembali menarik kepalanya. "Kalau boleh tahu, urusan apa? Apa ini masih urusan yang bikin kamu ninggalin aku di Colosseum? Masih belum beres beres, ya?"

Pergerakan jemari Juna terhenti, membuat dia harus menerima kekalahan. Dia langsung mematikan ponselnya dan memusatkan perhatian pada Risti. "Iya, masih urusan yang sama. Tapi sekarang udah beres, kok. Makanya, gue datang ke sini, buat ketemu sama lo."

Lagi, sudut bibir Risti tertarik lebar. Hanya dengan kalimat sederhana, hatinya berhasil dibuat terbang. "Kalau begitu, kita makan bareng, yuk? Aku laper, belom sarapan."

"Ya udah, ayo." Juna bangkit dari duduknya. Meski sudah menghilang begitu saja, masih sangat mudah untuknya menggenggam tangan Risti. "Rere!"

Freya menoleh saat mendengar panggilan itu. Dia tersenyum dan melangkah mendekati dua sejoli itu. "Gila, ya, pasangan baru. Gak sungkan banget bikin para jomlo kepanasan. Lo utang pajak jadian sama gue, lho, Jun," ucapnya sambil menepuk bahu Juna.

"Sekarang aja. Kebetulan gue sama Risti mau cabut. Lo gak ada kelas lagi, 'kan?"

"Eng ...."

Kelas selanjutnya akan dimulai 1 jam lagi. Waktu yang sangat cukup untuk pergi makan dengan Juna. Hanya saja, Freya menangkap raut wajah keberatan dari Risti. Jelas sekali gadis itu ingin menghabiskan waktu berdua dengan Juna, tanpa gangguan dari siapa pun.

"Kayaknya entar aja, deh. Gue mau ke perpustakaan dulu." Freya menepuk bahu Juna sambil tersenyum lebar. "Kalian jalan berdua aja, ya. Jangan lupa, lo harus jadi pacar yang baik buat teman gue, Jun."

"Re, yakin gak mau sekarang aja? Gak apa-apa kalau lo mau gabung. Re? Rere!" Juna berusaha memanggil, tetapi Freya berlalu begitu saja. Ia geleng kepala sambil terus memperhatikan punggung Freya yang menjauh. "Itu anak, emang gak pernah berubah. Terus aja buku yang diurus, perut dinanti-nanti."

Tak ingin Juna semakin melupakan kehadirannya, Risti segera angkat suara. "Mungkin Freya emang mau kita pergi berdua, Juna. Kan, dia emang orang yang pengertian." Ia melingkarkan tangan di lengan kekar Juna. "Yuk, jalan sekarang."

Sambil sesekali menengok ke belakang, Juna tetap melangkah, mengikuti ke mana Risti menarik tangannya.

Selama 2 hari hilang dari Risti, Juna menempel pada Freya. Ia pulang larut pada malam itu. Lalu, kembali pagi-pagi sekali untuk mengajak Freya olahraga. Sampai malam, Juna tidak pulang ke apartemen. Ada saja alasan yang dia lontarkan. Apartemen sepi, malas menjalankan mobil, kasur Freya nyaman untuk tidur. Hanya satu tujuan Juna saat itu. Tidak ingin Freya pergi dengan Vian.

Let It Fall [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang