40. Say It Loudly

1.4K 179 8
                                    

Jika biasanya ruang kerja Vian akan ramai dengan dengkusan penuh frustasi, kali ini justru hanya ada sunyi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jika biasanya ruang kerja Vian akan ramai dengan dengkusan penuh frustasi, kali ini justru hanya ada sunyi. Laki-laki itu juga tidak menempati kursi kebesarannya, melainkan duduk di sofa dengan kepala yang tertunduk. Tidak sendiri, ada juga Juna dengan perawakan yang sama. Sementara di seberang mereka ada Pak Emir yang memasang wajah marah.

"Mau sampai kapan kalian diam begini? Kalian tahu saya sangat sibuk, bukan? Saya tidak mau menghabiskan waktu secara sia-sia di sini," ucap Pak Emir sembari menatap kedua putranya secara bergantian. Lalu, tatapannya berhenti pada Juna. "Apa alasan kamu memukul Vian sampai babak belur begitu, Arjuna?"

Bibir Juna bungkam. Dia hanya menatap kakaknya dengan tajam, tanpa ada niatan untuk menjawab pertanyaan sang papa sama sekali.

Pak Emir mendesah kasar. Kini, beliau menatap putra sulungnya. "Vian, jelaskan sama saya. Apa yang terjadi di antara kalian?"

Melakukan hal yang sama, Vian juga bungkam. Dia hanya menunduk dan menatap kedua tangannya. Dan itu berhasil menyulut emosi Pak Emir sampai ubun-ubun.

"Kalian ini bisu atau gimana?! Mau saya potong lidah kalian sekalian, hah?!" murka Pak Emir tiba-tiba. Beliau sampai menggebrak meja, saking emosinya. "Saya sudah malu sejak kemunculan kamu di ruang rapat tadi. Apa kata klien kita waktu lihat wajah kamu babak belur begitu, Xavian? Dan sekarang, kamu sama sekali tidak memberikan penjelasan apa-apa."

"Juna pukul Vian karena memang seharusnya seperti itu, Pa. Vian pantas menerima pukulan dari dia."

"Lebih dari pantes. Harusnya lo dapet lebih dari ini," sindir Juna sembari terkekeh geli.

Duduk Pak Emir langsung menegak. "Bagus kalian sudah bicara. Sekarang, jelaskan semuanya. Saya tidak punya banyak waktu."

"Vian ngedeketin Rere. Tapi, dia gak serius. Dia cuma mau mempermainkan Rere," sahut Juna dengan cepat.

Vian menoleh. Dia menatap Juna tak terima. "Harus berapa kali gue bilang sama lo, Jun? Gue sama sekali enggak ada maksud buat permainin Freya. Gue serius sama dia. Gue beneran sayang sama dia."

"Talk to my hand!" Juna langsung mengangkat telapak tangan.

Pak Emir memijat pangkal hidungnya. Sama sekali tidak pernah terbayangkan bahwa dua putranya itu akan bertengkar karena perempuan. Karena selama ini, yang beliau tahu, kehidupan mereka sangat jauh dan bertolak belakang. Ternyata, gadis bernama Freya berhasil menempatkan mereka pada masalah yang sama.

"Vian mempermainkan Freya bagaimana maksudnya, Juna?" Beliau kembali melayangkan pertanyaan.

"He has a girlfriend from New York, but still talk about love to my friend. Isn't it so childish, Pa?" Juna kembali menatap kakaknya penuh remeh. "Namanya Evelyn. Juna ketemu dia di depan kantor waktu Papa panggil Juna. Lumayan cantik. Kepribadiannya sangat cocok untuk Vian yang sangat pendiam."

Let It Fall [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang