Pukul 2 dini hari. Freya terbangun karena haus yang tidak terkira. Perlahan, dia memposisikan tubuhnya untuk duduk, siap mengambil satu minuman air kelapa yang ada di atas meja. Namun, dia langsung menghentikan pergerakannya saat melihat Juna di lantai.
Lo segininya sama gue, Jun? Freya membatin.
Laki-laki itu tidur beralaskan karpet bulu yang sangat jarang Freya gunakan. Bantal dan selimut pasti dia dapatkan sebagai sumbangan dari para tetangga. Wajahnya tampak lelah, karena beberapa kali Freya bangun dan mengeluh sakit. Juna sampai rela keluar tengah malam, membeli kompres tempel untuk kening dan perut. Jadi, wajar saja jika wajahnya terlihat sangat lelah meski sedang terlelap.
Gue akui, gue beruntung punya lo di hidup gue, Jun. Lo cowok baik dan punya hati yang tulus.
Freya menggeleng, berusaha mengingatkan diri sendiri mengenai niat awalnya untuk bangun. Dia bergerak penuh hati-hati, tidak mau menimbulkan derit ranjang yang bisa membangunkan Juna. Namun, selalu saja ada yang salah dalam situasi seperti ini.
"Aduh!"
"Anjing!" Sebuah lolongan nyaring berhasil keluar dari bibir Juna. Mata laki-laki itu melotot, rahangnya mengetat keras, urat lehernya tampak jelas. "Re, bangun! Cepet!"
Dengan wajah meringis—seakan dia yang menahan sakit—Freya bangkit dari posisinya. "Jun, lo gak apa-apa? Gue gak sengaja. Maaf, ya. Gak sakit, 'kan?"
"Gak sakit gimana? Masa depan gue suram gara-gara lo!" hardik Juna sambil kembali tidur dengan posisi meringkuk. Berulang kali dia mendesis, menahan sakit yang tidak pernah dia bayangkan.
"Jun, gue harus gimana, dong? Gue gak sengaja, kaki gue kesandung." Freya mengguncang bahu Juna, tetapi tak kunjung mendapatkan respons. "Juna, lo gak mati, 'kan?"
Kebisuan Juna semakin membuat Freya merasa bersalah. Sudah dirawat dengan baik, membuat Juna tidak bisa tidur tenang, dan sekarang malah menyakiti 'pusaka kebanggan' laki-laki itu. Namun, sungguh, Freya tidak sengaja. Kakinya tersandung selimut hingga tubuhnya kehilangan keseimbangan. Freya berusaha menahan, tetapi lututnya malah mendarat di tempat tak terduga.
"Jun, masih sakit?" Freya kembali bertanya.
Juna menggeliat dan mengangkat kepala perlahan. Dengan mata yang berair, dia berusaha tersenyum. "Lo udah mendingan?"
Kepala Freya mengangguk seperti anak kecil. Wajah bersalahnya kentara jelas.
"Terus, kenapa bangun tengah malem begini? Mau ke kamar mandi?" Lagi, Juna melempar pertanyaan.
Kali ini Freya menggeleng. "Gue haus, mau minum air kelapa."
Terdengar helaan napas panjang dari Juna. Dia segera bangkit dari duduknya. Cara berjalannya yang bungkuk membuang Freya semakin merasa bersalah. Ia memilih untuk ikut bangkit dan duduk di ujung ranjang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Let It Fall [Tamat]
Chick-LitJika untuk perempuan lain Juna adalah buaya darat yang pesonanya tidak bisa ditolak, bagi Freya dia hanya laki-laki tengil yang gemar membuatnya dalam masalah. Di balik sikapnya yang brengsek, dia adalah anak manja yang akan langsung merengek saat F...