Sudah 1 jam Juna memarkirkan mobilnya di Jalan Antene IV. Tepatnya di sebuah rumah berwarna putih dengan tulisan 'Kosan Khusus Putri' yang menempel pada gerbang. Yang sedari tadi ia lakukan hanya melirik gerbang dan salah satu jendela atas bergantian, berharap ada seseorang yang keluar dari rumah itu.
"Rere pernah bilang, kosan ini paling nyaman selama dia di Jakarta. Kalau dia bisa mampir ke Pak Banu, berarti dia tinggal gak jauh dari ini. Dan kemungkinan besarnya, dia pilih kosan ini lagi," ujar Juna, entah bicara pada siapa.
Kemudian, laki-laki itu membuang napas panjang. Juna sudah mengenyampingkan rasa lelahnya setelah bekerja seharian. Tidak mungkin dia harus mundur begitu saja. Dengan tekad bulat, Juna membuka pintu dan turun dari mobil Lexus birunya.
"Semoga aja perkiraan gue bener." Ia membuka dua kancing teratas kemejanya dan terus menatap jendela atas dengan penuh harap. "Keluar, dong, Re. Gue kangen banget sama lo."
Sepertinya, keputusan Juna untuk keluar dari mobil adalah kesalahan besar. Baru beberapa detik dia berdiri di jalan, dua manusia dengan perawakan tinggi nan kekar yang mengenakan gaun selutut tiba-tiba menghampiri. Bahkan, dengan lancangnya mereka menyentuh dagu Juna.
"Lagi nunggu siapa, Ganteng?" tanya laki-laki dengan gaun biru langit. Pipinya terlihat kemerahan, persis habis tawuran. "Malem-malem berdiri di sini. Emang gak takut ada setan lewat?"
"Kayaknya, setan udah minder duluan sama kegantengan dia, Sih. Diganti sama kita yang gak bisa gak godain," sambung yang mengenakan gaun ungu. Dia menarik tangan Juna dan menggandengnya erat. "Ganteng banyak duitnya, 'kan? Boleh minta dikit, gak?"
Sembari terus menahan geli, Juna menarik kembali tangannya. "Gue kasih. Tapi, jangan sentuh-sentuh gue, Bang."
"Ih!" Si Biru mehentakkan kakinya ke tanah. "Kok, 'Bang', sih? Panggil 'Sis' aja, Ganteng. Atau, panggil sayang juga enggak apa-apa, kok. Kita gak keberatan. Iya, gak?"
"Heem!" Si Ungu menarik kembali tangan Juna kembali. "Coba panggil 'sayang'. Sekaliiii aja."
Boro-boro ingin menuruti kemauan mereka berdua. Yang ada, Juna membungkam bibirnya lebih rapat. Berulang kali dia memejamkan mata, menahan geli dan muak yang tiada tara. Sungguh, tidak pernah terbayang di benaknya akan mendapatkan pengalaman berharga ini. Disentuh banci.
"Jun?"
Secepat kilat Juna membuka matanya. Dia menoleh ke kanan, mendapati seorang perempuan sedang berdiri dengan pandangan penuh ingin tahu.
"Lo ngapain di sini?" tanya perempuan itu. Lalu, dia menatap dua perempuan kekar berpakaian minim di hadapannya. "Lo ... kenal mereka?"
Cepat-cepat Juna menggelengkan kepalanya. "Enggak! Gue gak kenal mereka! Ini gak seperti yang lo pikirin!" tegasnya, setengah berteriak. Lalu, dia menghentakkan kedua tangannya sekuat tenaga. Begitu lolos, Juna segera berlari ke balik tubuh perempuan itu. "Bantuin gue, dong. Gue takut."
KAMU SEDANG MEMBACA
Let It Fall [Tamat]
Chick-LitJika untuk perempuan lain Juna adalah buaya darat yang pesonanya tidak bisa ditolak, bagi Freya dia hanya laki-laki tengil yang gemar membuatnya dalam masalah. Di balik sikapnya yang brengsek, dia adalah anak manja yang akan langsung merengek saat F...