21. Sweet Man

1.4K 189 10
                                    

Langkah Freya terkesan dipaksakan. Bahunya yang semula tegap dan penuh keyakinan kini merosot. Wajahnya yang semula semringah dan ceria, kini hanya menampilkan lelah. Belum lagi dengan rambut yang berantakan. Jika saja Freya hanya mengenakan daster, sudah pasti dia dianggap orang gila.

Hari ini, kelas Freya memang tidak sampai sore, tetapi dia harus mengerjakan proyek kelompok sebelum pulang. Sialnya, hanya dia yang bekerja, sementara yang lain bergosip tidak jelas. Belum lagi dengan cobaan sulit mendapatkan ojek. Ingin meminta Juna menjemput, Freya tidak enak pada Risti.

"Frey."

Butuh waktu beberapa detik untuk Freya sekadar mengangkat kepalanya. Dia memaksakan senyum pada teman satu indekosnya. "Eh, Mbak. Kenapa?"

"Ini, ada titipan buat lo," jawab orang itu sambil memberikan sebuah kantung kresek ke hadapan Freya.

Sontak saja Freya mengernyitkan kening. "Buat gue? Yakin, Mbak?"

"Yakin, seyakin-yakinnya!" tegasnya sambil memindahkan kresek itu pada tangan Freya. "Jujur, gue iri sama lo, sih, Frey. Lo punya sahabat yang loyal kayak Juna. Terus, pacar lo juga so sweet. Kasih tahu gue ilmunya, dong."

Freya semakin bingung sekarang. "Pacar?"

"Udah, gak usah malu-malu gitu. Cowok ganteng, rapi, wangi, pakai mobil mewah, plus baik banget itu pacar lo, 'kan? Aduh, namanya siapa, sih?" Perempuan itu berusaha mengingat. Lalu, dia menghentikan jari sambil tersenyum lebar. "Xavian! Iya, namanya Xavian. Dia pacar lo, 'kan?"

Mendengar itu, pandangan Freya secara refleks turun pada kresek yang ada di tangannya. Di sana, ada sekotak pizza, salad buah, dan segelas caramel latte kesukaannya. Obat yang sangat ampuh untuk mengusir lelah dan gondok Freya hari ini. Apalagi jika itu semua adalah pemberian Vian.

"Tuh, kan, senyum-senyum sendiri begitu. Pacarnya pasti!" Teman indekos Freya tertawa ringan. "Gue doakan langgeng, Frey. Orangnya romantis, baik lagi. Gue aja dikasih salad buah sama dia."

"Bukan pacar, kok, Mbak."

"Buat sekarang bukan. Tapi, siapa yang tahu besok beda lagi statusnya? Cuma ngelihatin makanan kiriman dia aja, lo udah senyum-senyum sendiri. Terus, ngapain juga dia repot-repot datang ke sini buat kasih lo makanan kalau enggak ada apa-apa?" Lalu, ia mengusap bahu Freya. "Kalau belum, gue doakan secepatnya jadi pacar, deh."

Freya terkekeh. "Apaan, sih, Mbak?" Ia geleng-geleng kepala. "Kalau gitu, gue ke kamar dulu, ya. Makasih buat makanannya."

"Bilang makasihnya sama Xavian, lah. Gue cuma dititipin."

Dengan langkah yang lebih berenergi, Freya menaiki tangga menuju kamarnya. Begitu sampai, dia menyimpan tas dan kresek di atas meja. Lalu, terdiam menatap makanan itu. Tiba-tiba terbayang ucapan Vian kemarin malam, sepulang dari M Bloc Space.

"Frey, rasa suka saya udah berubah jadi cinta. Kasih saya kesempatan untuk membuktikannya sama kamu, ya?"

"Jadi, ini salah satu buktinya?" Freya bertanya pada kresek di hadapannya. "Selamat, Kak Vian berhasil bikin anak orang senyum-senyum sendiri!"

Bisa dibilang, sulit untuk Freya tertarik pada lawan jenis. Kebanyakan laki-laki yang berkata menyukai Freya hanya modal lidah. Mereka tidak berani mengajak Freya keluar untuk sekadar nonton bersama. Alasannya? Sangat basi. Minder dengan segala yang diberikan oleh Juna pada Freya. Jadi, wajar saja jika Freya sampai segila ini karena Vian, bukan?

Dering ponsel membuat Freya mengalihkan pandangan. Senyumnya semakin merekah saat mengetahui bahwa Vian yang meneleponnya.

"Hai," sapa Vian dari seberang sana. "Kamu udah di kosan?"

Let It Fall [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang