"Bengkok gak, sih, Pak?" Juna memicingkan matanya, memperhatikan banget yang ada di hadapannya terpasang sempurna. "Bengkok ini."
"Enggak, A. Lurus, kok. Sama pintu aja sejajar, tuh," cetus Pak Deden sembari menunjuk pintu. "Udah, jangan diperhatiin terus. Kalau miring sedikit juga gak apa-apa. Mending sekarang siapin yang lain. Waktunya tinggal sedikit, lho."
Meski ragu, Juna akhirnya berbalik. Pandangannya langsung tertuju pada deretan lilin yang ada di lantai. "Gia, itu bengkok," serunya sembari menghampiri Gia. "Ini biar sama qa aja. Kamu siapin bunganya aja. Yang rapi, lho."
Gia menyerankan sisa lilin pada Juna. Dia menatap laki-laki itu dengan malas. "Aa dari tadi ngoreksi mulu. Ini bengkok, itu juga bengkok, enggak rapi, kain background juga dibilang kusut. Seadanya aja, A. Kita semua dikejar waktu."
"Mana bisa begitu? Aa gak mau asal-asalan. Pokoknya, semuanya harus sempurna. Aa mau malam ini menjadi malam paling berkesan buat teteh kamu." Tanpa mengalihkan pandangannya dari lilin-lilin merah di lantai, Juna menjawab perkataan Gia. "Udah, siapin bunganya aja."
Terdengar helaan napas panjang dari Gia. Dia melempar asal plastik lilin dan segera beranjak dari sana. Ia menghampiri bapaknya yang sedang memetik bunga mawar.
"Aa serius, Pak?" tanyanya sembari duduk di samping sang bapak.
Pak Deden menoleh sekilas. "Kok, kamu telat banget nanyanya? Ya, serius. Ini semua buktinya." Beliau mengedarkan pandangan pada seisi ruang tamu yang berubah. "Kalau enggak serius, mana mau ikut bapak ngurusin bunga begini."
Gia mengangguk setuju. Lalu, dia memperhatikan Juna yang ada di lantai. "Teh Freya beruntung banget dapet A Juna, ya, Pak. Udah ganteng, baik, penyayang, tajir lagi. Tadi, Gia udah intip cincinnya. Berliannya gede banget! Gia juga jadi pengen."
"Bukan cuma teteh kamu, A Juna juga beruntung, lah. Anak bapak cantik, baik, sopan, pinter lagi," papar Pak Deden dengan penuh rasa bangga. Lalu, beliau tersenyum hangat pada putri bungsunya itu. "Pokoknya, kita doakan saja semoga semuanya lancar. Dan semoga mereka berdua selalu bahagia."
"Aamiin." Gia mengangguk mantap.
Dari selepas maghrib, Juna, Gia, dan Pak Deden sibuk mendekorasi ruang tamu. Banner besar ditempel di dinding, kain backdrop merah muda terpasang cantik dengan lampu kecil, puluhan lilin merah berjejer dari pintu masuk, dan kelopak mawar yang siap ditaburkan untuk menambah kesan romantis.
Malam ini, dengan tekad bulat dan penuh keyakinan, Juna ingin melamar Freya.
Semua orang rumah sudah diberi tahu sebelum Juna dan Freya datang ke Bandung. Pak Deden dan Gia sepakat membantu di rumah, sedangkan Bu Elis membawa Freya ke pengajian untuk memberi waktu dan ruang rumah didekorasi.
"Aduh, Pak, Juna sakit perut!" seru Juna sembari mengusap dadanya. Dia sudah siap dengan setelan jas rapi, tetapi perutnya mendadak kontraksi karena gugup.
KAMU SEDANG MEMBACA
Let It Fall [Tamat]
ChickLitJika untuk perempuan lain Juna adalah buaya darat yang pesonanya tidak bisa ditolak, bagi Freya dia hanya laki-laki tengil yang gemar membuatnya dalam masalah. Di balik sikapnya yang brengsek, dia adalah anak manja yang akan langsung merengek saat F...