Derap flatshoes Freya dan boots Juna saling bersahutan. Keduanya terus melangkah menelusuri koridor sekolah sembari mengedarkan pandangan. Beberapa sudut sekolah berhasil membuka memori keduanya. Tentang masa putih abu, masa yang penuh warna.
"Lo inget, gak? Di sini pertama kali kita berantem." Freya menunjuk ambang pintu ruang guru. Dia melirik Juna yang berada tepat di sampingnya. "Gara-gara lo, gue kena remedial kimia."
"Enak aja. Bukan gara-gara gue. Tapi, karena lo emang gak belajar," bela Juna, tak terima dengan tuduhan Freya.
"Gue gak bisa belajar karena cewek yang jadi pacar lo waktu itu telepon mulu. Dia terus aja minta gue bujuk lo buat gak putusin dia. Mana suaranya cempreng, sambil nangis pula. Siapa yang bisa fokus belajar kalau diteror gitu?" Freya mendelik. "Dan sayangnya, kejadian itu harus gue hadapi selama bertahun-tahun gara-gara lo."
Juna merangkul bahu Freya dan membawanya kembali melangkah. "Tenang aja, gak bakal lagi, kok," ucapnya. Gue gak akan ke cewek lain lagi, Re. Karena sekarang gue udah sadar akan perasaan ini. Gue sayang sama lo.
Saat ini, Freya dan Juna sedang jalan-jalan di sekolah SMA mereka dulu. Setelah izin pada satpam yang berjaga, akhirnya mereka bisa menikmati suasana remaja kembali. Hanya ada beberapa siswa—kemungkinan anggota OSIS—yang menyiapkan acara pensi untuk besok.
"Ngapain lo lihat gue kayak gitu?" tanya Freya sembari membuka botol minuman.
"Gak apa-apa. Cuma enggak nyangka aja kalau cewek monoton kayak lo ternyata bisa jadi sahabat gue selama bertahun-tahun." Sekarang Juna mengalihkan pandangannya. Dari bangku taman, dia bisa melihat ruang kelas 12 yang dulu ditempati. "Ternyata, cewek songong yang datang ke kelas gue waktu itu jadi orang paling dekat sama gue saat ini."
Freya mengikuti arah pandang Juna. Benar, di sana mereka berkenalan. Freya memperkenalkan diri sebagai partner belajar Juna. Laki-laki tengil yang dikenal buaya seantero sekolah kini duduk di sampingnya.
"Sebenernya, waktu itu gue takut banget lo tolak gue. Karena itu emang udah bener-bener harapan terakhir buat nilai sosialisasi gue." Terdengar helaan napas panjang dari bibir mungil Freya. Dia menggeleng kecil. "Gak kebayang kalau nilai gue itu jelek, terus gak bisa lanjut kuliah ke Vagham."
Juna kembali melirik Freya. "Jadi, secara gak langsung, lo mempertaruhkan masa depan lo ke gue, dong?"
"Tapi, gue juga bantu lo, ya. Gak mungkin lo bisa lulus kalau bukan karena gue. Nilai lo di rapot itu ...." Freya menatap Juna. Dengan kening yang berkerut, dia menggeleng lagi. "Aduh, jangan sampai anak lo ngikutin, deh."
"Gue setuju kalau masalah itu, sih. Tapi, buat jadi arjuna yang dipuja para kaum hawa, dia harus lebih dari gue." Juna menaikturunkan alisnya, menggoda Freya.
"Gue harus kasih tau Risti dari sekarang, deh. Biar dia siap-siap buat masa depan kalian."
Raut wajah Juna berubah menjadi masam. "Ngapain bawa-bawa dia, sih? Gue udah gak ada hubungan apa-apa sama Risti. Kita udah putus."
KAMU SEDANG MEMBACA
Let It Fall [Tamat]
Genç Kız EdebiyatıJika untuk perempuan lain Juna adalah buaya darat yang pesonanya tidak bisa ditolak, bagi Freya dia hanya laki-laki tengil yang gemar membuatnya dalam masalah. Di balik sikapnya yang brengsek, dia adalah anak manja yang akan langsung merengek saat F...