44. No More

1.3K 177 4
                                    

Sebuah mobil mewah berhenti di warung mie ayam yang sederhana

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sebuah mobil mewah berhenti di warung mie ayam yang sederhana. Beberapa saat kemudian, sepasang pantofel hitam mengkilat menginjak tanah. Seorang laki-laki melepaskan dasi dan segera melangkah masuk. Di sana, dialah yang memiliki penampilan paling mencolok.

"Apa kabar, Pak?" seru lelaki itu sembari mendaratkan bokong di salah satu kursi.

Pak Banu—pemilik warung mie ayam—langsung menoleh. Senyum di wajah sengaja langsung hadir. "Akhirnya, dateng juga pelanggan satu ini. Kemaren ke mana aja, Mas?"

"Banyak kerjaan, Pak. Pulangnya malem mulu, jadi gak bisa mampir ke sini. Hari ini agak longgar, makanya maksain makan mie ayam dulu," jawab sang lelaki.

"Pegawai kantoran emang beda, ya. Makan mie ayam juga harus nunggu kerjaan beres dulu. Padahal, waktu masih jadi mahasiswa, hampir tiap hari Mas Juna ke sini." Pak Banu bangkit dari duduknya. "Biasa, Mas?"

"Iya, Pak. Agak pedes, ya. Biar stresnya hilang."

Dengan senang hati Pak Banu mengangkat jempol tangan kanannya. Beliau segera menyiapkan pesanan sang pelanggan sembari mengikuti alunan lagu dangdut dari radio.

Laki-laki dengan jas hitam itu adalah Juna. Penampilannya banyak berubah. Tidak ada kaus oblong, jelang jins sobek di bagian lutut, atau rambut gondrong. Kini ia mengenakan kemeja, celana katun, juga rambut rapi yang selalu mengenakan jel. Yang tidak berubah darinya adalah minat pada Mie Ayam Lidah Bergoyang. Karena bagaimana pun juga, di sana dia memiliki banyak kenangan manis bersama seseorang.

"Kenapa lama banget, sih, Jun? Gue udah laper, tahu!" protes Freya dengan wajah yang ditekuk.

Juna tersenyum kuda. Dia mengeluarkan sebuah ikat rambut dari saku hoodie. "Gue beli ini dulu. Bagus, 'kan?" Ia menunjukkan boneka beruang yang menjadi hiasan ikat rambut itu. "Tadi gue lihat abang-abang aksesoris. Terus, pas libur ikat rambut ini, gue inget sama lo. Eh, ada bocah juga yang pengen. Mana cuma satu lagi."

Freya mengambil ikat rambut itu. "Terus? Lo debat sama anak kecil itu?"

"Iya. Udah gue tawarin traktir mainan, dia gak mau. Gue sogok pakai es krim juga gak mau. Giliran gue kasih uang gocap, baru dia mau ngalah. Emang keterlaluan anak kecil zaman sekarang," sungut Juna sembari geleng-geleng kepala. Lalu, dia menaikturunkan alisnya. "Gimana? Suka?"

"Lucu, sih. Lumayan."

Bibir Juna mencebik. "Giliran bilang suka apa susahnya, sih, Neng?" Juna usil mencolek dagu Freya. "Eh, udah pesen?"

"Belum. Gue nungguin lo!" Freya kembali sewot. "Lagian, makan mie ayam dingin mana enak, sih?"

Hanya dengan melirik meja di sudut ruangan, ingatan Juna melanglangbuana ke kejadian awal masuk kuliah. Hanya perkara ikat rambut boneka beruang, mereka terlibat perdebatan untuk beberapa saat. Namun, kini, kenangan seperti itulah yang membuat rindu Juna semakin menggunung.

Let It Fall [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang