"Gimana kabar kamu, Frey?" tanya Pak Emir—papa Juna. Tidak ada senyum atau nada bicara ramah di sana. Beliau hanya memasang wajah datar dan menunjukkan suara dinginnya yang mengintimidasi.
"Baik, Om." Freya menunjukkan senyum terbaiknya. Saat ini dia sedang menuangkan nasi ke piring papa sahabatnya itu. "Om sendiri bagaimana?"
"Saya merasa lebih baik sekarang. Setidaknya, anak sulung saya yang sudah lama di luar negeri pulang. Saya tidak akan sendiri lagi di rumah ini dan tidak perlu mengemis-ngemis pada anak yang satunya lagi untuk sering mengunjungi papanya yang sudah berumur." Suasana rumah begitu sepi, Pak Emir yakin Juna bisa mendengarnya dengan baik. "Juna tidak buat masalah, 'kan?"
Freya menggeleng. "Enggak, kok, Om. Juna jadi anak yang baik banget selama sebulan ini."
Pandangan Pak Emir beralih pada anak bungsunya yang tepat berada di sisi kanan. "Kamu harus baik sama Freya. Dia udah sangat sering berbohong hanya untuk menutupi kelakuan kamu."
Tidak ada jawaban apa-apa, Juna hanya fokus pada piringnya yang terisi karena Freya. Memang begitu, Juna hanya akan diam tanpa mengatakan sepatah kata tanpa diminta. Kepalanya akan selalu tertunduk, bibirnya akan selalu mengatup rapat. Karena hanya dengan begitu dia akan aman dari sang papa.
Sementara di seberang meja sana, tidak ada henti-hentinya Vian mencuri pandang pada Freya. Dia sangat terkejut saat membuka pintu tadi, tidak menyangka Juna akan datang dengan Freya. Gadis itu sangat cantik dengan shirt dress merah muda selutut. Vian pangling sendiri karena sebanyak 2 kali mereka bertemu, Freya selalu menggunakan kaus over size dan celana training.
"Makan malam kali ini adalah untuk menyambut kepulangan Vian," ucap Pak Emir, memberikan sepatah dua patah pada semua orang sebelum mulai makan. Beliau melirik putra sulungnya dan berkata, "akhirnya, setelah 7 tahun kamu belajar bisnis di negeri orang, kamu pulang juga. Sekali lagi, selamat atas kelulusan S2 kamu, selamat atas kesiapan mental kamu untuk turun langsung ke dunia bisnis."
"Terima kasih banyak, Pa." Vian mengangguk sopan. "Pokoknya, Papa enggak perlu khawatir mengenai perusahaan. Vian siap bertanggung jawab dan membuat perusahaan kita lebih baik lagi untuk ke depannya. Papa hanya perlu istirahat dan melakukan hal yang papa mau."
Tangan Pak Emir terulur untuk menepuk bahu putranya. Walaupun tidak bisa ditunjukkan dengan gamblang, tetapi beliau sangat bangga pada Vian. "Terima kasih, Nak." Hanya itu yang bisa beliau ucapkan.
Vian melirik Juna yang masih terdiam. "Tapi, gue juga butuh bantuan lo, Jun. Lo harus kuliah yang bener, biar bisa lulus tepat waktu. Gue berharap bisa bekerja sama lo buat menjalankan perusahaan keluarga."
"Iya," singkat Juna, tanpa mengangkat kepalanya.
"Pokoknya, kalau Juna bikin masalah, kamu langsung kasih tahu saya, ya, Frey. Biar saya bisa disiplikan dia."
Setelah selesai menatap makanan di atas piring Juna, Freya duduk kembali di kursinya, di samping Juna. Dia menyentuh tangan laki-laki dan tersenyum tipis. "Yuk, makan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Let It Fall [Tamat]
ChickLitJika untuk perempuan lain Juna adalah buaya darat yang pesonanya tidak bisa ditolak, bagi Freya dia hanya laki-laki tengil yang gemar membuatnya dalam masalah. Di balik sikapnya yang brengsek, dia adalah anak manja yang akan langsung merengek saat F...